Minggu, 28 Oktober 2012

PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KALA 2


PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KALA 2


A.   Perubahan fisik pada kala II

1.    Tekanan darah

Tekanan darah dapat meningkat 15 samapai 25 mmHg selama kontraksi pada kala dua. Upaya mengedan pada ibu juga dapat memengaruhi tekanan darah, menyebabkan tekanan darah meningkat dan kemudian menurun dan pada akhirnya berada sedkit diatas normal. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi tekanan darah dengan cermat diantara kontraksi. Rata-rata peningkatan tekanan darah 10 mmHg di antara kontraksi ketika wanita telah mengedan adalah hal yang normal (Varney, 2008).

2.    Metabolisme

Peningkatan metabolisme yang terus-menerus berlanjut sampai kala dua disertai upaya mengedan pada ibu  yang akan menambah aktivitas otot-otot rangka untuk memperbesar peningkatan metabolisme (Varney, 2008).

3. Denyut nadi

Frekuensi denyut nadi ibu bervariasi pada setiap kali mengedan. Secara keseluruhan, frekuensi nadi meningkat selama kala dua persalinan disertai takikardi yang mencapai puncaknya pada saat persalinan (Varney, 2008).

4. Suhu

Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat persalinan dan segera setelahnya. Peningkatan normal adalah  0,5 sampai 1oC (Varney, 2008).

5. Perubahan Sistem Pernapasan

Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan  masih normal selama persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi (Varney, 2008).

6. Perubahan Ginjal

Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomelurus dan aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi terlentang karena posisi ini membuat aliran urine berkurang selama kehamilan (Varney, 2008).

7. Perubahan Gastrointestinal

Penurunan motilitas lambung berlanjut sampai kala dua. Muntah normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang konstan dan menetap merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan merupakan indikasi komplikasi obstetrik, seperti ruptur uterus (Varney, 2008).

8. Dorongan mengejan

      Perubahan  fisiologis terjadi akibat kontinuasi kekuatan serupa yang telah bekerja sejak jam-jam awal persalinan, tetapi aktivitas ini mengalami akselerasi setelah serviks berdilatasi lengkap namun, akselerasi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Beberapa wanita merasakan dorongan mengejan sebelum serviks berdilatasi lengkap dan sebagian lagi tidak merasakan aktivitas ini sebelum sifat ekspulsif penuh (Myles, 2009).
Kontraksi menjadi ekspulsif pada saat janin turun lebih jauh kedalam vagina. Tekanan dan bagian janin yang berpresentasi menstimulasi reseptor saraf di dasar pelvik (hal ini disebut reflek ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan. Refleks ini pada awalnya dapat dikendalikan hingga batas tertentu, tetapi menjadi semakin kompulsif, kuat, dan involunter pada setiap kontraksi. Respon ibu adalah menggunakan kekuatan ekspulsi sekundernya dengan mengontraksikan otot abdomen dan diafragma (Myles, 2009).

9. Pergeseran jaringan lunak. 

    Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak pelvis  mengalami pergeseran. Dari anterior, kandung kemih terdorong keatas kedalam abdomen  tempat risiko cedera terhadap kendung kemih lebih sedikit selama penurunan janin. Akibatnya, terjadi peregangan dan penipisan uretra sehingga lumen uretra mengecil. Dari posterior rektum menjadi rata dengan kurva sakrum, dan tekanan kepala menyebabkan keluarnya materi fekal residual. Otot levator anus berdilatasi, menipis, dan bergeser kearah lateral, dan badan perineal menjadi datar, meregang dan tipis. Kepala janin menjadi terlihat pada vulva, maju pada setiap kontraksi, dan mundur diantara kontraksi sampai terjadinya crowning (Myles, 2009).  

10. Perubahan Hematologi

Hemoglobin meningkat rata-rata 1.2 gm /100ml selama persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada  hari pertama paska partum jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal. Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut selama persalinan.
Gula darah menurun selama persalinan, menurun drastis pada persalinan  yang lama dan sulit, kemungkinan besar akibat peningkatan aktivitas otot uterus dan rangka (Varney, 2008).

B.   Perubahan Psikologis pada Kala II


1.    Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman, saat bersalin ibu merasakan nyeri akibat kontraksi uterus yang semakin kuat dan semakin sering,berkeringat dan mulas ini juga menyebabkan ketidaknyamanan.
2.    Badan selalu kegerahan, karena saat ini metabolism ibu meningkat denyut jantung meningkat, nadi, suhu, pernapasan meningkat ibu berkeringat lebih banyak, akibatnya ibu merasa lelah sekali kehausan ketika bayi sudah di lahirkan karena tenaga habis dipakai untuk meneran.
3.    Tidak sabaran, sehingga harmoni antara ibu dan janin yang dikandungnya terganggu. Hal ini disebabkan karena kepala janin sudah memasuki panggul dan timbul kontraksi-kontraksi pada uterus. Muncul rasa kesakitan dan ingin segera mengeluarkan janinnya.
4.    Setiap ibu akan tiba pada tahap persalinan dengan antisipasinya dan tujuannya sendiri serta rasa takut dan kekhawatiran. Para ibu mengeluh bahwa bila mampu mengejan “terasa lega”.  Tetapi ibu lain sangat berat karena intensitas sensasi yang dirasakan.  Efek yang dapat terjadi pada ibu karena mengedan ,yaitu  Exhaustion , ibu merasa lelah karena tekanan untuk mengejan sangat kuat. Dua, Distress ibu merasa dirinya distress dengan ketidaknyamanan panggul ibu karena terdesak oleh kepala janin. Tiga, panik ibu akan panik jika janinnya tidak segera keluar dan takut persalinannya lama.

C.   Asuhan Sayang Ibu

Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta menegtahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih baik. Antara lain, juga disebutkan bahwa asuhan tersebut dapat mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan, seperti ektraksi vakum, forseps, dan seksio sesarea.
ASUHAN SAYANG IBU:
·         Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses prersalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan : hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
·         Anjurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
·         Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
·         Tentramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
·         Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
·         Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan nafas. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.
Alasan : meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta. (Enkin, et, al, 2000).
·         Anjurkan ibu untuk minum selama persalinan kala dua.
Alasan : ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut. (Enkin, et, al, 2000).
·         Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung janin, periksa dalam).(Asuhan Persalinan Klinik Normal, 2008).
·         Membersihkan Perineum Ibu
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada persalinan kala dua diantaranya adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih, bersihkan mulai dari bagian atas ke bawah (dari bagian anterior vulva ke arah rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan di sektarnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal itu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atau tangan yang sedang menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dan sarung tangan DTT. Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera lahir, maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.
·         Mengosongkan Kandung Kemih
Anjurkan ibu dapat berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu ibu agar dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin.
Alasan: kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu juga akan menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plaseenta dan perdarahan pasca persalinan.
Jangan melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tidak mampu berkemih sendiri.
Alasan: selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan risiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.
(Mose, Johanes, dkk. 2009)

D.   Posisi Ibu saat Meneran

Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala 2 karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.

1.    Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya. (gambar terlampir)

2.    Jongkok atau berdiri mempercepat kemajuan kala 2 persalinan karena terdapat gaya gravitasi yang lebih besah dibandingkan dengan posisi lain. Posisi ini juga dapat mengurangi rasa nyeri karena proses kelahiran biasanya lebih cepat. (gambar terlampir)

3.    Merangkak atau berbaring miring ke kiri. (gambar terlampir)

Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak sering kali membantu Ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring kekiri memudahkan Ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.

CARA MENERAN

1.    Anjurkan untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2.    Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran.
3.    Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat dianatara kontraksi.
4.    Jika Ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah akan meneran, jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
Minta Ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
5.    Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi.
6.    Dorongan pada fundus meningkatkan distosia bahu atau ruftura uteri. Peringatkan anggota keluarga Ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukan itu.
Catatan :
Jika Ibu adalah primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan terjadi setelah 2 jam meneran maka ia harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan. Lakukan hal yang sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah 1 jam meneran.

POSISI IBU SAAT MELAHIRKAN    

Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali pada posisi berbaring telentang (supine position).
Alasan: Jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban,plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).
Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung bersih di bawah ibu dan kemudahan untuk menjangkau semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukanuntuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain atau handuk bersih di atas perut ibusebagai alas tempat meletakkan bayi baru lahir.
Posisi apapun yang diinginkan ibu untuk melahirkan harus kita fasilitasi selama tidak membahayakan ibu dan janin. Posisi yang dianggap nyaman oleh ibu akan memperngaruhi keadaan psikologis ibu sehingga diharapkan proses persalinan akan lebih lancar.

E.    Fetal Skull

Untuk persalinan, tengkorak janin adalah bagian yang terpenting karena dalam persalinan dan perbandingan antara besarnya kepala dan luasnya panggul merupakan hal yang menentukan.
Jika kepala dapat melalui jalan lahir, maka bagian-bagian yang lainnya dapat menyusul. Dengan demikian bentuk dan ukuran kepala harus dipelajari dengan seksama untuk dibandingkan dengan ukuran panggul.
Tengkorak janin terdiri dari:

1.    Bagian muka, terdiri dari:

a.    tulang hidung ( os nasale)
b.    tulang pipi ( os zygomaticum, 2 buah)
c.    tulang rahang atas (os maksilare)
d.    tulang rahang bawah (os mandibulare)
Pada persalinan, muka dikenal kalau meraba dagu, mulut, hidung atau rongga mata. Tulang-tulang bagian muka melekat dengan erat satu sama lain berbeda halnya dengan tulang-tulang bagian tengkorak yang agak lemah hubungannya.

2.    Bagian tengkorak

Bagian ini yang terpenting pada persalinan karena biasanya bagian tengkoraklah yang paling depan. Yang membentuk bagian tengkorak ialah :
a.    Tulang dahi ( os frontale) 2 buah
b.    Tulang ubun-ubun (os farietale) 2 buah
c.    Tulang pelipis ( os temporale) 2 buah
d.    Tualng belakang kepala ( os occipitale)
Sebelah dalam masih terdapat tulang baji ( os sphenoidale) dan tulang tapisan (os ethmoidale), tetapi untuk persalinan tidak penting.
Antara tulang-tulang tersebut diatas terdapat sela tengkorak (sutura) yang pada janin memungkinkan persegeran.
Kalau tengkorak janin tertekan, maka tulang yang satu bergeser dibawah tulang yang lain, hingga ukuran kepala menjadi kecil (moulage). Biasanya tulang belakang kepala bergeser dibawah kedua tulang ubun-ubun. Ini salah satu tanda untuk mengenal tulang belakang kepala pada pemeriksaan dalam. Sutura dan ubun-ubun penting diketahui untuk menentukan letak tengkorak janin dalam jalan lahir.
1.    Sutura yang harus dikenal adalah:
a.    Sutura sagitalis antara kedua os parietalia
b.    Sutura koronaria antara os frontale dan os parietalia
c.    Sutura lambdoidea antara os oksipitale dan kedua os paritalia
d.    Sutura frontalis antara os frontale kiri kanan
2.    Ubun-ubun besar atau ponticulus mayor merupakan lubang dalam tulang tengkorak yang berbentuk segi empat dan hanya tertutup selaput.
Ubun-ubun besar terdapat pada pertemuan empat sutura:
a.    Sutura sagitalis
b.    Sutura koronari
c.    Sutura frontalis
Bentuknya menyerupai kepala panah, sudut depan yang runcing menunjuk ke bagian muka janin. Sudut berbentuk tumpul.
3.    Ubun-ubun kecil atau ponticulus minor bukan merupakan lubang besar pada tengkorak, tapi tempat dimana tiga sutura bertemu sutura lambdoidea dan sutura sagitalis. Ubun-ubun dan sela-sela baru tertutup jika anak berusia 1,5-2 tahun

3. Ukuran-ukuran kepala janin

1.    Ukuran muka belakang
a.    Diameter suboksipito-bregmatika dari foramen magnum ke ubun-ubun besar yaitu 9,5 cm. Ukuran ini adalah ukuran muka belakang yang terkecil. Ukuran ini melalui jalan lahir kalau kepala anak hiperfleksi pada letak belakang kepala.
b.    Diameter suboksipitofrontalis dari foramen magnum ke pangkal hidung yaitu 11 cm. Ukuran ini melalui jalan lahir pada letak belakang kepala dengan fleksi yang sedang.
c.    Diameter fronto oksipitalis dari pangkal hidung ke titik yang terjauh pada belakang kepala yaitu 12 cm. Ukuran ini  melalui jalan lahir pada letak puncak kepala.
d.    Diameter mento oksipitalis dari dagu ke titik yang terjauh pada belakang kepala yaitu 13,5 cm. Ukuran ini adalah ukuran terbesar dan melalui jalan lahir pada letak dahi.
e.    Diameter submento bregmatika dari bawah dagu ialah os hyoid ke ubun-ubun besar yaitu 9,5 cm. Ukuran ini melalui jalan lahir pada letak muka.
Ukuran-ukuran muka belakang kepala janin pada pintu atas panggul menempatkan diri pada ukuran melintang (diameter transversa) atau ukuran serong (diameter oblique) dari pintu atas panggul.
2.    Ukuran Melintang :
a.    Diameter biparietalis ini adalah ukuran yang terbesar antara kedua os parietalia yaitu 9 cm. Pada letak belakang kepala ukuran ini melalui ukuran muka belakang dari pintu atas panggul (conjungata vera)
b.    Diameter ditemporalis ini jarak yang terbesar antara sutura koronaria kanan kiri yaitu 8 cm
3.    Ukuran lingkaran:
a.    Sirkumferensia subosipitobregamtika ini adalah lingakaran kecil kepala berukara 32 cm
b.    Sirkumferensia fronto oksipitalis ini adalah ukuran sedang kepala berukuran 34 cm
c.    Sirkumferensia mento oksipitalis ini adalah ukuran besar kepala dengan ukuran 35 cm

F.    Mekanisme Persalinan

            Sebagian besar janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan ubun-ubun kecil terletak di kiri depan. Keadaan ini disebabkan karena kepala relartif lebih besar dan lebih berat. Selain itu bentuk uterus yang seperti buah pir, dimana bentuk fundus lebih luas menyebabkan bokong dan ekstremitas yang memiliki volume lebih besar berada di bagian fundus. Hal ini dikenal sebagai teori akomodasi. 3 faktor penting dalam persalinan yaitu, kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan (power), keadaan jalan lahir (passage), dan janinnya sendiri (passenger).
            His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin kebawah. Pada kala 2, karakteristik kontraksi lebih kuat dan panjang kurang lebih setiap 2-3 menit durasi 60-70 detik dengan kekuatan 60-80 mmHg. Kontraksi ini menyebabkan bagian fundus menebal sehingga mendorong janin turun kebawah. Penekanan janin terhadap segmen bawah rahim yang resistensinya lebih kecil dari segmen atas rahim menyebabkan serviks mendatar/menipis sehingga terjadi pembukaan serviks hingga 10 cm atau hingga porsio tidak teraba saat pemeriksaan dalam. Pada presentasi kepala ketika his cukup kuat kepala akan turun.
            Turunnya kepala kedalam pintu atas panggul (pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan dan pada multi biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan). Turunnya kepala kedalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang. Jika sutura sagitalis dalam diameter antero-posterior dari pintu atas panggul, maka masuknya kepala akan lebih sulit. Karena menempati ukuran terkecil dari pintu atas panggul. Sehingga masuknya kepala kedalam pintu atas panggul dalam posisi melintang (diameter transversal panggul). jika sutura sagitalis tegak lurus dengan pintu atas panggul, maka disebut synclitismus. Sedangkan jika sutura sagitalis agak depan mendekati symphysis maka disebut asyclitismus anterior  dan jika sutura sagitalis mendekati tulang belakang disebut asynclitismus posterior.  Penurunan kepala memasuki pintu atas panggul disertai dengan fleksi yang ringan.
            Setelah memasuki pintu atas panggul, kepala semakin turun menuju spina ischiadica. Ini ditetapkan sebagai station nol atau hodge 3. keadaan ini disebut engangement. pada tahap engagement ini, kepala janin akan terfiksasi atau terikat di bidang sempit panggul.
            Setelah engagement, terjadi penurunan kepala (descent), fleksi dan putaran paksi dalam sejauh 45o secara bersamaan. Fleksi ini untuk menyesuaikan posisi kepala janin dari diameter oksipitofrontalis (11 cm) menjadi diameter suboksipito-bregmantika (9,5) yang diameternya lebih kecil sehingga memungkinkan kepala janin untuk melewati bidang sempit panggul dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam akan memungkinkan occiput sejajar dengan symphysis (sutura sagitalis sejajar dengan diameter antero-posterior pintu bawah panggul ibu).
            Setelah putaran paksi selesai dan sampai di dasar panggul terjadilah ekstensi untuk menyesuaikan pintu jalan lahir yang mengarah ke depan dan atas. Kalau tidak terjadi ekstensi kepala menekan perineum. Saat ekstensi mulai terlihat ubun-ubun besar, dahi, mata, hidung, mulut dan dagu pada pinggir atas perineum.
            Setelah kepala lahir maka kepala akan memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Proses ini disebut putaran paksi luar.
            Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai dibawah symphysis. dengan bantuan hand manuver bahu depan dilahirkan setelah itu bahu belakang. Kemudian seluruh tubuh bayi lahir, hal ini disebut dengan expulsi. (obstetri fisiologi, 1983) dan (Ilmu Kebidanan, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar