PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS KALA 2
A. Perubahan fisik pada kala II
1. Tekanan darah
Tekanan darah dapat meningkat
15 samapai 25 mmHg selama kontraksi pada kala dua. Upaya mengedan pada ibu juga
dapat memengaruhi tekanan darah, menyebabkan tekanan darah meningkat dan
kemudian menurun dan pada akhirnya berada sedkit diatas normal. Oleh karena
itu, diperlukan evaluasi tekanan darah dengan cermat diantara kontraksi.
Rata-rata peningkatan tekanan darah 10 mmHg di antara kontraksi ketika wanita
telah mengedan adalah hal yang normal (Varney, 2008).
2. Metabolisme
Peningkatan metabolisme yang
terus-menerus berlanjut sampai kala dua disertai upaya mengedan pada ibu yang akan menambah aktivitas otot-otot rangka
untuk memperbesar peningkatan metabolisme (Varney, 2008).
3. Denyut nadi
Frekuensi denyut nadi ibu
bervariasi pada setiap kali mengedan. Secara keseluruhan, frekuensi nadi
meningkat selama kala dua persalinan disertai takikardi yang mencapai puncaknya
pada saat persalinan (Varney, 2008).
4. Suhu
Peningkatan suhu tertinggi
terjadi pada saat persalinan dan segera setelahnya. Peningkatan normal
adalah 0,5 sampai 1oC
(Varney, 2008).
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Sedikit peningkatan frekuensi
pernapasan masih normal selama
persalinan dan mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi (Varney,
2008).
6. Perubahan Ginjal
Poliuria sering terjadi selama
persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah
jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomelurus
dan aliran plasma ginjal. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi terlentang
karena posisi ini membuat aliran urine berkurang selama kehamilan (Varney,
2008).
7. Perubahan Gastrointestinal
Penurunan motilitas lambung
berlanjut sampai kala dua. Muntah normalnya hanya terjadi sesekali. Muntah yang
konstan dan menetap merupakan hal yang abnormal dan kemungkinan merupakan
indikasi komplikasi obstetrik, seperti ruptur uterus (Varney, 2008).
8. Dorongan mengejan
Perubahan fisiologis terjadi akibat
kontinuasi kekuatan serupa yang telah bekerja sejak jam-jam awal persalinan,
tetapi aktivitas ini mengalami akselerasi setelah serviks berdilatasi lengkap
namun, akselerasi ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Beberapa wanita merasakan
dorongan mengejan sebelum serviks berdilatasi lengkap dan sebagian lagi tidak
merasakan aktivitas ini sebelum sifat ekspulsif penuh (Myles, 2009).
Kontraksi menjadi ekspulsif
pada saat janin turun lebih jauh kedalam vagina. Tekanan dan bagian janin yang
berpresentasi menstimulasi reseptor saraf di dasar pelvik (hal ini disebut
reflek ferguson) dan ibu mengalami dorongan untuk mengejan. Refleks ini pada
awalnya dapat dikendalikan hingga batas tertentu, tetapi menjadi semakin
kompulsif, kuat, dan involunter pada setiap kontraksi. Respon ibu adalah
menggunakan kekuatan ekspulsi sekundernya dengan mengontraksikan otot abdomen
dan diafragma (Myles, 2009).
9. Pergeseran jaringan lunak.
Saat kepala janin yang keras menurun, jaringan lunak
pelvis mengalami pergeseran. Dari
anterior, kandung kemih terdorong keatas kedalam abdomen tempat risiko cedera terhadap kendung kemih
lebih sedikit selama penurunan janin. Akibatnya, terjadi peregangan dan
penipisan uretra sehingga lumen uretra mengecil. Dari posterior rektum menjadi
rata dengan kurva sakrum, dan tekanan kepala menyebabkan keluarnya materi fekal
residual. Otot levator anus berdilatasi, menipis, dan bergeser kearah lateral,
dan badan perineal menjadi datar, meregang dan tipis. Kepala janin menjadi
terlihat pada vulva, maju pada setiap kontraksi, dan mundur diantara kontraksi
sampai terjadinya crowning (Myles,
2009).
10. Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata
1.2 gm /100ml selama persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan
pada hari pertama paska partum jika
tidak ada kehilangan darah yang abnormal. Waktu koagulasi darah berkurang dan
terdapat peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut selama persalinan.
Gula darah menurun selama
persalinan, menurun drastis pada persalinan
yang lama dan sulit, kemungkinan besar akibat peningkatan aktivitas otot
uterus dan rangka (Varney, 2008).
B. Perubahan Psikologis pada Kala II
1.
Sering
timbul rasa jengkel, tidak nyaman, saat bersalin ibu merasakan nyeri akibat
kontraksi uterus yang semakin kuat dan semakin sering,berkeringat dan mulas ini
juga menyebabkan ketidaknyamanan.
2.
Badan
selalu kegerahan, karena saat ini metabolism ibu meningkat denyut jantung
meningkat, nadi, suhu, pernapasan meningkat ibu berkeringat lebih banyak,
akibatnya ibu merasa lelah sekali kehausan ketika bayi sudah di lahirkan karena
tenaga habis dipakai untuk meneran.
3.
Tidak
sabaran, sehingga harmoni antara ibu dan janin yang dikandungnya terganggu. Hal
ini disebabkan karena kepala janin sudah memasuki panggul dan timbul
kontraksi-kontraksi pada uterus. Muncul rasa kesakitan dan ingin segera
mengeluarkan janinnya.
4.
Setiap
ibu akan tiba pada tahap persalinan dengan antisipasinya dan tujuannya sendiri
serta rasa takut dan kekhawatiran. Para ibu mengeluh bahwa bila mampu mengejan
“terasa lega”. Tetapi ibu lain sangat
berat karena intensitas sensasi yang dirasakan.
Efek yang dapat terjadi pada ibu karena mengedan ,yaitu Exhaustion , ibu merasa lelah karena tekanan
untuk mengejan sangat kuat. Dua, Distress ibu merasa dirinya distress dengan
ketidaknyamanan panggul ibu karena terdesak oleh kepala janin. Tiga, panik ibu
akan panik jika janinnya tidak segera keluar dan takut persalinannya lama.
C. Asuhan Sayang Ibu
Asuhan sayang ibu adalah
asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang
ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu adalah dengan mengikutsertakan
suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Banyak hasil
penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu diperhatikan dan diberi dukungan
selama persalinan dan kelahiran bayi serta menegtahui dengan baik mengenai
proses persalinan dan asuhan yang akan mereka terima, mereka akan mendapatkan
rasa aman dan keluaran yang lebih baik. Antara lain, juga disebutkan bahwa
asuhan tersebut dapat mengurangi jumlah persalinan dengan tindakan, seperti
ektraksi vakum, forseps, dan seksio sesarea.
ASUHAN SAYANG IBU:
·
Anjurkan
agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses prersalinan dan
kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu
sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan : hasil persalinan yang
baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi
ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
·
Anjurkan
keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti
posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman
bicara, dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan
bayinya.
·
Penolong
persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada dan anggota
keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau
kelahiran bayi kepada mereka.
·
Tentramkan
hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan. Lakukan bimbingan
dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
·
Bantu
ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
·
Setelah
pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan
spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan
menahan nafas. Anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.
Alasan : meneran secara
berlebihan menyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan yang tidak
perlu dan meningkatkan risiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya
pasokan oksigen melalui plasenta. (Enkin, et, al, 2000).
·
Anjurkan
ibu untuk minum selama persalinan kala dua.
Alasan : ibu bersalin mudah
sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi.
Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut. (Enkin, et, al, 2000).
·
Adakalanya
ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman dan
semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung.
Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran
proses persalinan dan kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan
dari setiap tindakan setiap kali penolong akan melakukannya, jawab setiap
pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya
dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung
janin, periksa dalam).(Asuhan
Persalinan Klinik Normal, 2008).
·
Membersihkan
Perineum Ibu
Praktik terbaik pencegahan
infeksi pada persalinan kala dua diantaranya adalah melakukan pembersihan vulva
dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas atau kasa
yang bersih, bersihkan mulai dari bagian atas ke bawah (dari bagian anterior
vulva ke arah rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di
bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan di
sektarnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal itu biasa
terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atau tangan yang
sedang menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dan sarung tangan DTT.
Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera
lahir, maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.
·
Mengosongkan
Kandung Kemih
Anjurkan ibu dapat berkemih
setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika
diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke
kamar mandi, bantu ibu agar dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin.
Alasan:
kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu juga akan
menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu,
menghalangi lahirnya plaseenta dan perdarahan pasca persalinan.
Jangan melakukan kateterisasi
kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah kelahiran bayi dan/atau
plasenta. Kateterisasi
kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tidak mampu
berkemih sendiri.
Alasan:
selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan risiko infeksi dan trauma
atau perlukaan
pada saluran kemih ibu.
(Mose,
Johanes, dkk. 2009)
D. Posisi Ibu saat Meneran
Bantu ibu untuk memperoleh
posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama
kala 2 karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi
meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.
1. Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya. (gambar terlampir)
2. Jongkok atau berdiri mempercepat kemajuan kala 2 persalinan karena terdapat gaya gravitasi yang lebih besah dibandingkan dengan posisi lain. Posisi ini juga dapat mengurangi rasa nyeri karena proses kelahiran biasanya lebih cepat. (gambar terlampir)
3. Merangkak atau berbaring miring ke kiri. (gambar terlampir)
Beberapa ibu merasa bahwa merangkak atau berbaring miring kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior. Posisi merangkak sering kali membantu Ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring kekiri memudahkan Ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.
CARA MENERAN
1.
Anjurkan
untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2.
Beritahukan
untuk tidak menahan nafas saat meneran.
3.
Minta
untuk berhenti meneran dan beristirahat dianatara kontraksi.
4.
Jika
Ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah akan meneran,
jika lutut ditarik kearah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
Minta
Ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
5.
Tidak
diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi.
6.
Dorongan
pada fundus meningkatkan distosia bahu atau ruftura uteri. Peringatkan anggota
keluarga Ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukan itu.
Catatan :
Jika Ibu adalah primigravida
dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan terjadi setelah 2 jam
meneran maka ia harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan. Lakukan hal yang
sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan
tidak akan segera terjadi setelah 1 jam meneran.
POSISI IBU SAAT MELAHIRKAN
Ibu dapat melahirkan
bayinya pada posisi apapun kecuali pada posisi berbaring telentang (supine
position).
Alasan: Jika ibu
berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban,plasenta, dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi
pasokan oksigen melalui
sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi.
Berbaring terlentang
juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).
Apapun posisi yang
dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung bersih di bawah ibu
dan kemudahan untuk menjangkau semua peralatan dan bahan-bahan yang
diperlukanuntuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain atau handuk bersih
di atas perut ibusebagai alas tempat meletakkan bayi baru lahir.
Posisi apapun yang
diinginkan ibu untuk melahirkan harus kita fasilitasi selama tidak membahayakan
ibu dan janin. Posisi yang dianggap nyaman oleh ibu akan memperngaruhi keadaan
psikologis ibu sehingga diharapkan proses persalinan akan lebih lancar.
E. Fetal Skull
Untuk
persalinan, tengkorak janin adalah bagian yang terpenting karena dalam
persalinan dan perbandingan antara besarnya kepala dan luasnya panggul
merupakan hal yang menentukan.
Jika
kepala dapat melalui jalan lahir, maka bagian-bagian
yang lainnya dapat menyusul. Dengan demikian bentuk dan ukuran kepala harus
dipelajari dengan seksama untuk dibandingkan dengan ukuran panggul.
Tengkorak
janin terdiri dari:
1. Bagian muka, terdiri dari:
a.
tulang
hidung ( os nasale)
b.
tulang
pipi ( os zygomaticum,
2 buah)
c.
tulang
rahang atas (os maksilare)
d.
tulang
rahang bawah (os mandibulare)
Pada
persalinan, muka dikenal kalau meraba dagu, mulut, hidung atau rongga mata.
Tulang-tulang
bagian muka melekat dengan erat satu sama lain berbeda halnya dengan tulang-tulang bagian
tengkorak yang agak lemah hubungannya.
2. Bagian tengkorak
Bagian ini yang terpenting pada
persalinan karena biasanya bagian tengkoraklah yang paling depan. Yang
membentuk bagian tengkorak ialah :
a.
Tulang
dahi ( os frontale) 2 buah
b.
Tulang
ubun-ubun (os farietale) 2 buah
c.
Tulang
pelipis ( os temporale) 2 buah
d.
Tualng
belakang kepala ( os occipitale)
Sebelah
dalam masih terdapat tulang baji ( os sphenoidale) dan tulang tapisan (os
ethmoidale), tetapi untuk persalinan tidak penting.
Antara
tulang-tulang tersebut diatas terdapat
sela tengkorak (sutura) yang pada janin memungkinkan persegeran.
Kalau
tengkorak janin tertekan, maka tulang yang satu bergeser dibawah tulang yang
lain, hingga ukuran kepala menjadi kecil (moulage). Biasanya tulang belakang
kepala bergeser dibawah kedua tulang ubun-ubun. Ini salah satu tanda untuk mengenal tulang
belakang kepala pada pemeriksaan dalam. Sutura dan ubun-ubun penting diketahui
untuk menentukan letak tengkorak janin dalam jalan lahir.
1.
Sutura
yang harus dikenal adalah:
a.
Sutura
sagitalis antara kedua os parietalia
b.
Sutura
koronaria antara os frontale dan os parietalia
c.
Sutura
lambdoidea antara os oksipitale dan kedua os paritalia
d.
Sutura
frontalis antara os frontale kiri kanan
2.
Ubun-ubun
besar atau ponticulus mayor merupakan lubang dalam tulang tengkorak yang
berbentuk segi empat dan hanya tertutup
selaput.
Ubun-ubun
besar terdapat pada pertemuan empat sutura:
a.
Sutura
sagitalis
b.
Sutura
koronari
c.
Sutura
frontalis
Bentuknya menyerupai kepala
panah, sudut depan yang runcing menunjuk ke bagian muka janin. Sudut berbentuk
tumpul.
3.
Ubun-ubun
kecil atau ponticulus minor bukan merupakan lubang besar pada tengkorak, tapi
tempat dimana tiga sutura bertemu sutura lambdoidea dan sutura sagitalis. Ubun-ubun dan sela-sela baru
tertutup jika anak berusia 1,5-2 tahun
3. Ukuran-ukuran kepala janin
1.
Ukuran
muka belakang
a.
Diameter
suboksipito-bregmatika dari foramen magnum ke ubun-ubun besar yaitu 9,5 cm.
Ukuran ini adalah ukuran muka belakang yang terkecil. Ukuran ini melalui jalan
lahir kalau kepala anak hiperfleksi pada letak belakang kepala.
b.
Diameter
suboksipitofrontalis dari foramen magnum ke pangkal hidung yaitu 11 cm. Ukuran
ini melalui jalan lahir pada letak belakang kepala dengan fleksi yang sedang.
c.
Diameter
fronto oksipitalis dari pangkal hidung ke titik yang terjauh pada belakang
kepala yaitu 12 cm. Ukuran ini melalui
jalan lahir pada letak puncak kepala.
d.
Diameter
mento oksipitalis dari dagu ke titik yang terjauh pada belakang kepala yaitu
13,5 cm. Ukuran ini adalah ukuran terbesar dan melalui jalan lahir pada letak
dahi.
e.
Diameter
submento bregmatika dari bawah dagu ialah os hyoid ke ubun-ubun besar yaitu 9,5
cm. Ukuran ini melalui jalan lahir pada letak muka.
Ukuran-ukuran muka belakang
kepala janin pada pintu atas panggul menempatkan diri pada ukuran melintang
(diameter transversa) atau ukuran serong (diameter oblique) dari pintu atas
panggul.
2.
Ukuran
Melintang :
a.
Diameter
biparietalis ini adalah ukuran yang terbesar antara kedua os parietalia yaitu 9
cm. Pada letak belakang kepala ukuran ini melalui ukuran muka belakang dari
pintu atas panggul (conjungata vera)
b.
Diameter
ditemporalis ini jarak yang terbesar antara sutura koronaria kanan kiri yaitu 8
cm
3.
Ukuran
lingkaran:
a.
Sirkumferensia
subosipitobregamtika ini adalah lingakaran kecil kepala berukara 32 cm
b.
Sirkumferensia
fronto oksipitalis ini adalah ukuran sedang kepala berukuran 34 cm
c.
Sirkumferensia
mento oksipitalis ini adalah ukuran besar kepala dengan ukuran 35 cm
F. Mekanisme Persalinan
Sebagian besar janin berada dalam
uterus dengan presentasi kepala dan ubun-ubun kecil terletak di kiri depan.
Keadaan ini disebabkan karena kepala relartif lebih besar dan lebih berat. Selain itu bentuk uterus yang
seperti buah pir, dimana bentuk fundus lebih luas menyebabkan bokong dan
ekstremitas yang memiliki volume lebih besar berada di bagian fundus. Hal ini
dikenal sebagai teori akomodasi. 3 faktor penting dalam persalinan yaitu,
kekuatan-kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan
(power), keadaan jalan lahir (passage), dan janinnya sendiri (passenger).
His adalah salah satu kekuatan pada
ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin kebawah. Pada kala 2,
karakteristik kontraksi lebih kuat dan panjang kurang lebih setiap 2-3 menit
durasi 60-70 detik dengan kekuatan 60-80 mmHg. Kontraksi ini menyebabkan bagian
fundus menebal sehingga mendorong janin turun kebawah. Penekanan janin terhadap
segmen bawah rahim yang resistensinya lebih kecil dari segmen atas rahim
menyebabkan serviks mendatar/menipis sehingga terjadi pembukaan serviks hingga 10
cm atau hingga porsio tidak teraba saat pemeriksaan dalam. Pada presentasi
kepala ketika his cukup kuat kepala akan turun.
Turunnya kepala kedalam pintu atas
panggul (pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan dan pada multi
biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan). Turunnya kepala kedalam pintu
atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang. Jika sutura sagitalis
dalam diameter antero-posterior dari pintu atas panggul, maka masuknya kepala
akan lebih sulit. Karena menempati ukuran terkecil dari pintu atas panggul.
Sehingga masuknya kepala kedalam pintu atas panggul dalam posisi melintang
(diameter transversal panggul). jika sutura sagitalis tegak lurus dengan pintu
atas panggul, maka disebut synclitismus. Sedangkan jika sutura sagitalis agak
depan mendekati symphysis maka disebut asyclitismus anterior dan jika sutura sagitalis mendekati tulang
belakang disebut asynclitismus posterior.
Penurunan kepala memasuki pintu atas panggul disertai dengan fleksi yang
ringan.
Setelah memasuki pintu atas panggul,
kepala semakin turun menuju spina ischiadica. Ini ditetapkan sebagai station
nol atau hodge 3. keadaan ini disebut engangement.
pada tahap engagement ini, kepala janin akan terfiksasi atau terikat di bidang
sempit panggul.
Setelah engagement, terjadi
penurunan kepala (descent), fleksi dan putaran paksi dalam sejauh 45o secara bersamaan. Fleksi ini
untuk menyesuaikan posisi kepala janin dari diameter oksipitofrontalis (11 cm)
menjadi diameter suboksipito-bregmantika (9,5) yang diameternya lebih kecil
sehingga memungkinkan kepala janin untuk melewati bidang sempit panggul dan
pintu bawah panggul. Putaran
paksi dalam akan memungkinkan occiput sejajar dengan symphysis (sutura
sagitalis sejajar dengan diameter antero-posterior pintu bawah panggul ibu).
Setelah putaran paksi selesai dan
sampai di dasar panggul terjadilah ekstensi untuk menyesuaikan pintu jalan
lahir yang mengarah ke depan dan atas. Kalau tidak terjadi ekstensi kepala
menekan perineum. Saat ekstensi mulai terlihat ubun-ubun besar, dahi, mata,
hidung, mulut dan dagu pada pinggir atas perineum.
Setelah kepala lahir maka kepala
akan memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher
yang terjadi karena putaran paksi dalam. Proses ini disebut putaran paksi luar.
Setelah putaran paksi luar bahu
depan sampai dibawah symphysis. dengan bantuan hand manuver bahu depan
dilahirkan setelah itu bahu belakang. Kemudian seluruh tubuh bayi lahir, hal
ini disebut dengan expulsi. (obstetri fisiologi, 1983) dan (Ilmu Kebidanan, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar