1. Memberikan asuhan pada ibu bersalin kala IV
A. Fisiologi kala IV
Segera setelah
kelahiran plasenta, sejumlah perubahan maternal terjadi pada saat stress fisik
dan emosional akibat persalinan dan kelahiran mereda dan ibu memasuki
penyembuhan pascapartum dan bonding (ikatan). Pada saat ini bidan harus memfasilitasi
fase taking in dan memastikan kemampuan ibu berpartisipasi adalah
langkah-langkah vital dalam proses bonding. Pada periode ini bidan harus
mengkaji setiap perubahan – perubahan yang terjadi pada ibu, sepert tanda –
tanda vital, uterus, serviks, vagina dan perineum.
Setelah kelahiran
plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah – tengah abdomen kurang lebih dua
pertiga sampai tiga perempat antara simpisis pubis dan umbilicus. Jika uterus
ditemukan pada bagian tengah, diatas umbilicus, hal tersebut dapat menandakan
adanya darah dan bekuan di dalan uterus, yang perlu ditekan dan dikeluarkan,
uterus yang berada diatas umbilicus dan bergeser, paling umum ke kanan,
cenderung menandakan kandug kemih penuh. Kandung kenih penuh menyebabkan uterus
bergeser, menghambat kontraksi dan memungkinkan peningkatan resiko perdarahan.
Jika ibu tidak mampu buang air kecil secara spontan pada saat ini, kandung kemh
sebaiknyadikosongkan dengan kateter untuk mencegah perdarahan.
Uterus yang
berkontraksi normal harus keras saat disentuh. jika segmen atas uterus keras,
tetapi perdarahan menetap, pengkajian segmen bawah penting dilakukan. uterus yang lunak, hipotonik,
longgar tidak berkontraksi dengan baik; atonia uterus adalah penyebab utama
perdarahan pascapartum seger. Hemostasis uterus yang efektif dipengaruhi oleh
kontraksi jalinan serat-serat otot miometrium. Serat-serat ini bertindak
sebagai pengikat pada pembuluh darah terbuka pada sisi plasenta. Pada umumnya
thrombus terbentuk dalam pembuluh darah distal pada desidua., bukan dalam
pembuluh miometrium. Mekanisme ini yaitu Ligasi terjadi dalam miometrium dan thrombosis dalam desidua penting karena
dapat mencegah pengeluaran thrombus ke sirkulasi sistemik.
Banyak perubahan
fisiologis yang terjadi selama persalinan dan perlahiran kembali ke level
pra-persalinan dan menjadi stabil selama satu jam pertama pascapartus.
Manisfestasi fisiologis lain yang terlihat selama periode ini , muncul akibat
atau terjadi setelah stress persalinan.
Tanda
Vital
Tekanan darah , nadi,
dan pernapasan, harus menjadi stabil pada level pra-persalinan selama jam
pertama pascapartus, pemantauan tekanan darah, dan nadi yang rutin selama
interval ini adalah satu sarana mendeteksi syok akibat kehilangan darah
berlebihan. Suhu ibu berlanjut sedikit meningkat, tetapi biasanya dibawah 38°
C.
Serviks
, Vagina dan Perineum
Serviks, vagina
perineum di inspeksi apakah ada laserasi, memar dan pembentukan hematoma
awal. Karena pemeriksaan ini menyakitkan
, maka hanya dilakukan ketika ada indikasi.
Segera setalah
kelahiran, serviks bersifat patulous, terkulai, dan tebal. Tepi anterior selama
persalinan, atau setiap bagian serviks
yang terperangkap akibat penurunan kepala janin selama periode yang memanjang,
tercermin pada peningkatan edema dan memar pada area tersebut. Tonus vagina,
juga tampilan jaringan vagina tersebut, dipengaruhi oleh peregangan yang
terjadi selama kala dua persalinan. Edema atau memar pada introitus atau pada
area perineum sebaiknya dicatat.
Gemetar
Umum bagi wanita
mengalami tremor selama kala empat persalinan. Gemetar seperti itu dianggap
normal jika tidak disertai demam lebih dari 38,0° C atau tanda-tanda infeksi
lain. Respon ini dapat diakbitkan hilangnya ketegangan dan sejumlah energi saat
melahirkan. Respon fisiologis terhadap penurunan volume intra abdomen dan
pergeseran hematologic juga memainkan peranan.
Sistem
Gastrointestinal
Mual dan muntah ,
jika ada selama persalinan, harus diatasi. Banyak ibu yang melaporkan haus dan
lapar segera setelah melahirkan.
Sistem
Renal
Kandung kemih yang
hipotonik disertai retensi urin bermakna dan pembesaran umum terjadi.tekanan
dan kompresi pada kandung kemih dan uretra selama persalinan dan pelahiran
adalah penyebabnya. Mempertahnkan kandung kemih harus tetap kosong guna
mencegah uterus berubah posisi dan atoni. Uterus yang berkontraksi dengan buruk
meningkatkan perdarahan dan keparahan nyeri.
B. Evaluasi uterus
Tindakan pertama
bidan setelah kelahiran plasenta adalah mengevaluasi konsistensi uterus dan
melakukan massase uterus sesuai kebutuhan untuk memperkuat kontraksi. Perlunya
ketersediaan orang kedua untuk memantau konsistensi uterus dan aliran lokia,
dan mebantu massase uterus. Pada saat yang sama, derajat penurunan
serviks/uterus didalam vagina dapat dikaji. Setelah kelahiran plasenta, uterus
dapat ditemukan ditengah-tengah abdomen kurang lebih antara simpisis pubis dan
umbilikus. Jika uterus ditemukan dibagian tengah, diatas umbilikus, hal ini
menandakan adanya darah dan bekuan di dalam uterus, yang perlu ditekan dan
dikelurkan. Uterus yang berada diatas umbilikus dan bergeser, paling umum ke
kanan, cenderung menandakan kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh
menyebabkan uterus begeser, menghambat kontraksi dan memungkinkan peningkatan
pedarahan. Jika bu bermaksud menyusui, menempatkan bayi pada dada dapat
menstimulasi kontraksi uterus dan meningkatkan tonus yang kuat.
Kebanyakan uterus
yang sehat dapat berkontraksi dengan sendirinya. Uterus yang berkontraksi
normal harus keras ketika disentuh. Jika segmen atas uterus keras, tetapi perdarahan
menetap, pengkajian segmen bawah pentng dilakukan. Uterus yang lunak hipotonik
dan longgar tidak berkontraksi denan baik; atonia uterus adalah penyebab utama
perdarahan pascapartum segera. Faktor predisposisi otonia uteri diantaranya:
1.
Regangan rahim berlebihan karna kehamilan
gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar.2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. Kehamilan grande multipara.
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
5. Mioma uteri yang menganggu kontraksi rahim.
6. Infeksi intrauterin (korioamninitis)
7. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
8. Tidak lupa kelengkapan plasenta kemungkinan fragmen plasenta atau mebran tertinggal di dalam uterus.
C. Pemeriksaan serviks, vagina, dan perineum
Untuk mengetahui
apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, periksa daerah perineum, vagina dan
vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan
edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkula dan terbuka.
Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Segera setelah
kelahiran bayi, serviks dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk
mencari ada tdaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau
diperlukan. serviks, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelm
pelepasan plasenta karena tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan
pandangan.
Pelepasan plasenta
biasanya terjadi dalam waktu 5-10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus
seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan
kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran
plasenta, perhatiarahan dan harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang
mungkin berasal dari tempat implantasi plasenta.
Kontraksi utrus yang
mengurangi perdarahan dapat diakukan dengan pijat uterus dan penggunaan
oksitosin. Kalau pasien menghadapi perdarahan nifas (misalnya karena anemia,
pemanjangan masa augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar, atau
hidramnion), diperlukan pembuagan plasenta secara manual.
Untuk mengetahui ada
tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, periksa ans dengan rectal toucher.
Laserasi dapat
dikategorikan dlam:
1.
Derajat pertama: lasersi mengenai mukosa dan
kulit perineum, tidak perlu dijahit
2.
Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa
vagina, kulit, dan jaringan perineum (perlu dijahit)
3.
Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa
vagina, kulit, jaringan perineum, dan sfingter ani.
4.
Derajat empat: laserasi mengenai mukosa
vagina, kulit, jaringan perineum, dan sfingter ani yang meluas hingga ke
rektum. Rujuk segera.
Setelah memastikan
uterus berkontrasi efektif dan perdarahan berasal dari sumber lain, bidan
menginspeksi perineum, vagina bawah, dan area periuretra untuk mengetahui
adanya memar, pembentukan hematoma, laserasi, atau pembuluh darah yang robek
atau mengalami perdarahan. Jika episiotomi telah dilakukan, evaluasi kedalaman
dan perluasannya.
Pemeriksaan serviks,
vagina dan perineum tidak selalu dilakukan kecuali jika ada indikasi seperti :
1.
Adanya perdahan pervaginam berwarna merah
terang.
2.
Persalinan cepat atau presipitatus
3.
Dorongan mengejan sebelum dilatasi serviks
lengkap
4.
Pelahiran pervaginam operatif dengan forceps
atau vakum
5.
Pelahiran traumatik misalnya distosia bahu.
Adanya salah satu
dari faktor ini mengindikasikan kebutuhan untuk inspeksi serviks dan memastikan
kebutuhan untuk melakukan perbaikan. Inspeksi serviks tidak diperlukan pada
persalinan normal tanpa ada perdarahan persisten.
Inspeksi pascanatal serviks dan forniks vagina atas
Pembahasan berikut fokus pada
inspeksi serviks dan forniks vagina atas, karena pada umumnya inspeksi ini
tidak dilakukan secara rutin dan memerlukan keterampilan di luar keterampilan
yang digunakan pada inspeksi rutin vulva, perineum, dan traktus vagina bawah.
Inspeksi ini selanjutnya semata-mata merupakan masalah memisahkan labia dan
melihat, serta memasukkan dua jari ke dalam vagina, memberi tekanan ke arah
yang berbeda-beda, dan melihat sekali lagi.
Pertimbangan berikut
dan poin kunci berlaku untuk inspeksi serviks dan inspeksi forniks vagina atas.
1.
Tindakan ini merupakan prosedur yang tidak
nyaman, kemungkinan menyakitkan. Oleh karena itu, anda perlu melakukan hal-hal
berikut:
a.
Peringatkan wanita tentang rasa tidak nyaman
atau nyeri dan berikan penjelasan mengapa pemeriksaan ini perlu dilakukan
b.
Lakukan prosedur secepat mungkin
c.
Lakukan beberapa bentuk tindakan meredakan
nyeri jika situasi memungkinkan dan ambang nyeri wanita memungkinkan untuk hal
tersebut
d.
Kunci untuk melakukan inspeksi yang akan memudahkan
anda memvisualisasi area tersebut untuk memperoleh informasi yang akurat adalah
dengan memasukkan tiga atau empat jari anda sepanjang vagina dan memberikan
tekanan yang kuat untuk kompresi jaringan vagina menjauh dari area yang ingin
anda inspeksi. Apabila tidak demikian, dinding vagina yang sedikit distensi
benar-benar kolaps mengelilingi dua jari dan instrumen serta menghalangi
pandangan anda. Mampu memvisualisasi area tersebut dengan mudah juga akan
mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur dan memastikan
informasi yang akurat.
e.
Kunci untuk melakukan visualisasi yang
adekuat adalah sumber pencahayaan yang baik.
Prosedur untuk Inspeksi Serviks
Berikut adalah
langkah-langkah yang diambil untuk inspeksi serviks:
1.
Masukkan tiga atau empat jari, sisi telapak
tangan menghadap ke bawah, panjang vagina sampai tepat di depan serviks dan
beri tekanan kuat ke arah bawah dinding vagina posterior.
2.
Masukkan forsep cincing panjang dan pegang
bibir anterior serviks dengan menggunakan forsep tersebut. Berhati-hatilah
untuk tidak keliru dengan lipatan kandung kemih atau dinding vagina yang
relaksasi pada bibir anterior serviks.
3.
Sekarang gerakkan jari-jari anda sepanjang
dinding vagina (misalnya ke dalam forniks posterior ) dan sekali lagi beri
tekanan yang kuat ke bawah pada dinding vagina posterior.
4.
Masukkan forsep cincing panjang kedua dan
pegang bibir posterior serviks dengan forsep tersebut.
5.
Pegang kedua ujung forsep tersebut cincin di
tangan anda. Tarik jika perlu, sehingga serviks dapat terlihat lebih jelas.
Gerakkan pegangan forsep ke satu sisi perineum sehingga sedikit menarik serviks
dan dengan demikian anda dapat melihat satu sisi lateral serviks.
6.
Inspeksi area serviks secara visual di anatar
kedua forsep cincin pada satu sisi.
7.
Apabila diperlukan, konfirmasi inspeksi
visual anda dengan menggunakan jari telunjuk tangan anda yang menyentuh vagina
untuk meraba sisi pinggir serviks, sambil anda terus memberi tekanan pada
vagina dengan jari-jari yang tersisa.
8.
Ulangi langkah 5,6,7 di atas, gerakkan
pegangan forsep ke arah sisi perineum yang lain untuk memvisualisasi dan
menginspeksi sisi lateral serviks yang lain.
9.
Apabila tidak ada laserasi serviks,
singkirkan forsep cincin dan tangan anda yang menyentuh vagina
10.
Apabila terdapat laserasi, pindahkan forsep
ke posisi yang tepat untuk perbaikan laserasi.
Petunjuk dan Alternatif
1.
Pertahankan kontak yang kuat dengn dinding
vagina posterior ketika anda memasukkan jari-jari anda. Tindakan ini membantu
anda mengetahui dengan epat dimana anda berada, sehingga membantu anda
mengidentifikasi dengan tepat banyaknya lipatan jaringan dan mempertahankan
jari-jari anda untuk menghindari tanpa sengaja memasuki serviks paten.
2.
Pastikan memasukkan jari-jari anda sepanjang
penuh dinding vagina posterior dan beri tekanan dengan kuat ke arah bawah
sehingga bibir serviks posterior dapat terlihat. Melihat dan memegang bibir
serviks posterior tampaknya merupakan aspek prosedur inspeksi serviks yang
paling sulit bagi peserta didik. Menggunakan teknik ini dengan tangan anda yang
menyentuh vagina akan meminimalkan masalah ini.
3.
Apabila serviks sangat paten, seperti yang
ditemukan pada wanita grande multipara, anda mungkin tidak mampu melihat secara
adekuat seluruh bagian serviks di antara forsep cincin yang ditempatkan di
anterior dan posterior bibir serviks. Dalam keadaan demikian, anda dapat
memastikan diri anda menginspeksi keadaan sekeliling serviks dengan
menggerakkan forsep cincing mengelilingi
serviks. Hal ini dilakukan dngan menempatkan satu forsep cincin di bibir
anterior serviks dan forsep kedua disebelahnya. Lepaskan forsep pertama dan
tempatkan di sisi lain forsep kedua. Lanjutkan untuk menggerakkan forsep cincin
di sekeliling serviks. Teknik ini juga dapat digunakan jika anda tidak mampu
untuk menetapkan lokasi bibir serviks.
Prosedur untuk inspeksi forniks vagina atas
1.
Lipat satu kassa berukuran 4x4 dalam empat
lipatan dan klem forsep cincin panjang dengan kassa tersebut.
2.
Masukan tiga atau empat jari anda, dengan
telapak tangan kebawah, sepanjang penuh dinding vagina posterior.
3.
Beri tekanan kearah bawah yang kuat pada
dinding vagina posterior dengan jari-jari anda.
4.
Masukan forsep cincin dengan kassa diatasnya
dengan menyelipkannya melalui puncak jari-jari anda yang menyentuh vagina.
Tindakan ini membantu anda menghindari struktur anterior yang lunak dan
mempertahankan kassa sejauh mungkin dari dinding vagina karena kassa tersebut
terlalu kasar bagi dinding tersebut.
Kassa berfungsi
sebagai spons untuk area yang terpajan darah dan cairan lain untuk memfasilitasi
visualisasi. Apabila kassa menjadi basah, angkat forsep cincin, buang kassa
yang kotor, klem kassa yang lain dan masukan kembali forsep cincin.
5.
a.
Tempatkan kedua ujung jari anda dan ujung forsep cincin di forniks
posterior
b. tekan dengan forsep cincin melawan serviks
dan tekan dengan jari-jari anda terhadap dinding vagina
c. bersamaan dengan anda menekan, gerakan ujung
jari anda dan forsep cincin saling menjauh satu sama lain serta inspeksi area
yang anda ihat diantaranya.
d. ulangi langkah b
dan c setelah secara berurutan anda menempatkan ujung-ujung jari anda dan ujung
forsep cincin pada masing-masng forniks lateral dan forniks anterior.
D. Pemantauan dan evaluasi lanjut
Sebagian besar
kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah
persalinan. Kematian iini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia.
Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama post partum sangat penting.
Selama kala IV ini
bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan yang telah mereka
lakukan selama kala I, II dan III untuk memastikan ibu tidak menemui masalah
apapun. Mereka mengumpulkan data, menginterpretasikan data, serta membuat
rencana asuhan berdasarkan interpretasi mereka atas data tersebut. mereka
kemudian mengevaluasi rencana asuhan dengan cara mengumpulkan data lebih banyak
Karena terjadi
perubahan fisiologis pemantauan dan penanganan yang dilakukan oleh tenaga medis
adalah:.
1.
Tanda vital
Pantau
tanda vital ibu yang meliputi tekanan darah, nadi, dan respirasi selama kala IV
segera setelah plasenta lahir. Tanda tersebut dievaluasi setiap 15 menit sampai
keadaan ibu stabil seperti sebelum melahirkan. Atau lebih sering jika terdapat
indikasi.
Jika
tekanan darah rendah atau < 90/60 mmHg, sedangkan denyut nadinya normal,
maka tidak akan menjadi masalah. Namun, jika tekanan darah < 90/60 mmHg dan
nadinya > 100 x/ menit, ini mengidentifikasi adanya suatu masalah. Bidan
harus mengumpulkan data-data lain untuk membuat diagnosis. Mungkin ibu sedang
mengalami demam atau terlalu banyak mengeluarkan darah.
2.
Suhu
Pantau suhu ibu satu
kali/jam. Suhu ibu dicek paling sedikit satu kali selama kala IV. Jika suhu
meningkat pantau lebih sering (namun kenaikan suhu kurang dari 20F
dari batas normal merupakan hal normal).
Suhu
tubuh yang normal adalah < 380C. Jika suhunya > 380C,
bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk memungkinkan identifikasi
masalah. Suhu yang tinggi tersebut mungkin disebabkan oleh dehidrasi (karena
persalinan yang lama dan tidak cukup minum) atau ada infeksi.
3.
Tonus uterus dan ukuran tinggi fundus uterus
Jika
kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek, tinggi fundus uterus normal,
sejajar dengan pusat atau di bawah pusat. Jika uterus teraba lembek, lakukan
masase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin.
Lakukan
masase uterus untuk memastikan uterus menjadi keras setiap 15 menit dalam 1 jam
pertama, dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang
tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian.
4.
Perdarahan
Jumlah perdarahan
vagina harus minimal jika rahim dikontraksi dengan baik. Jika kontraksi buruk
maka perdarahan akan cenderung sedang, dan banyak yang menyebabkan perdarahan
yang berlebihan. Amati perineum setiap peningkatan perdarahan atau pengeluaran
bekuan darah ketika dilakukan masase uterus.
Perdarahan yang
normal setelah kelahiran selama 6 jam pertama mungkin hanya akan sebanyak satu
pembalut perempuan per jam, atau seperti darah haid yang banyak. Jika
perdarahan lebih banyak dari ini, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan
penyebab-penyebab perdarahan berat harus diidentifikasi. Apakah ada laserasi
pada vagina atau serviks, apakah uterus berkontraksi dengan baik, apakah kandung
kencingnya kosong.
5.
Pemantauan perineum
Periksa
perineum dan vagina setiap 15menit pada jam pertama, dan setiap 30menit pada
jam kedua. Pemeriksaan perineum ini dilakukan untuk memeriksa hematom dan
udema. Selain itu untuk memeriksa apakah ada laserasi atau episiotomi.
6.
Kandung kemih
Kandung
kemih harus dievaluasi dan dikosongkan jika teraba penuh. Anjurkan ibu untuk
mengosongkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Jika kandung kemih penuh
dengan air seni, uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik
di dalam abdomen dan tergeser ke samping, ini biasanya merupakan pertanda bahwa
kandung kemihnya penuh. Bantulah ibu bangun dan coba apakah ia bisa buang air
kecil.
Jika
ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan
hangat ke perineumnya dengan tetap menjaga privasinya.. Atau bantulah ia merasa
rileks dengan meletakkan jari-jarinya di dalam air hangat.
Jika
setelah tindakan tersebut ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan,
mungkin diperlukan tindakan kateterisasi. Setelah mengosongkan kandung kemih,
lakukan pemijatan (rangsangan taktil) untuk merangsang uterus agar berkontraksi
lebih baik. Setelah kandung kemihnya kosong, uterus akan dapat berkontraksi
dengan baik.
7.
Lokhia
Lokhia adalah sekret yang berasal dari kavum
uteri dan vagina selama masa setelah melahirkan (nifas). Sebetulnya ia adalah
sekret yang berasal dari uterus, terutama luka tempat plasenta. Sesuai dengan
tingkat penyembuhan luka, maka gambaran sekret luka ini berubah pula menurut
tinkat penyembuhannya.
Macam-macam lokhia:
a.
Lokhia rubra: Merupakan darah segar bercampur
sisa-sisa selaput janin (sel-sel deciduas dan chorion), verniks kaseosa,
mungkin juga rambut lanugo dan mekonium.
Terjadi selama 2 hari pasca persalinan.
b.
Lokia sanguinolenta: Lokia yang berisi darah
bercampur lendir. Berlangsung setelah hari ke-3 hingga ke-7 pasca persalinan.
c.
Lokhia serosa: Lokhia tidak berdarah,
warnanya agak pucat. Terjadi pada setelah seminggu pasca persalinan.
d.
Lokhia alba: Cairan putih kekuningan,
berwarna putih karena banyak terdapat leukosit didalamnya. Terjadi setelah 2
minggu pasca persalinan.
8.
Early ambulation
Early ambulation adalah kebijaksanaan
untuk selekas mungkin membimbing ibu untuk keluar dari tempat tidurnnya untuk
berjalan. Pada keadaan normal ibu diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya
dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Namun mobilisasi cepat tidak boleh
dilakukan pada ibu yang menderita penyakit jantung, anemia, penyakit paru-paru
atau demam.
Keuntungan dengan mobilisasi cepat
adalah:
a.
Ibu akan merasa lebih sehat dan kuat.
b.
Fungsi usus dan kandung kemih cepat kembali
pulih.
c.
Memungkinkan untuk mengajarkan ibu tentang
memelihara bayinya seperti cara memandikan bayi, mengganti pakaian dan caranya
memberi ASI.
d.
Mengurangi kemungkinan terjadinya thrombosis
dan emboli paru-paru.
9.
Pemantauan keadaan umum ibu
a. Setelah lahirnya plasenta
1)
Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang
uterus berkontraksi.
2)
Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari
tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus
sejajar dengan pusat atau lebih bawah, misalnya jika dua jari bisa diletakkan
di bawah pusat dan di atas fundus uteri maka disebut dua jari di bawah pusat.
3)
Perkiraan kehilangan darah secara
keseluruhan.
4)
Periksa perineum dari perdarahan aktif,
misalnya apakah dari laserasi atau episiotomy.
5)
Evaluasi kondisi ibu secara umum.
6)
Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama
kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan
diberikan atau setelah penilaian dilakukan.
b. Asuhan dalam 2 jam postpartum
1)
Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan
perdarahan pervaginam:
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang sesuai untuk penatalaksanaan atonia uteri.
e) Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anastesi lokal dan gunakan teknik yang sesuai.
2)
Mengajarkan pada ibu dan keluarga melakukan
masase uterus dan memeriksa kontraksi.
3)
Mengevaluasi kehilangan darah.
4)
Memeriksa tekanan darah, nadi, keadaan
kandung kemih tiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan tiap 30
menit selama jam kedua pasca persalinan.
5)
Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap
jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.
6)
Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan
yang tidak normal.
7)
Jangan anjurkan penggunaan kain pembebat
perut selama 2jam pertama pasca persalinan hingga ibu sudah stabil. Kain
pembebat perut menyuliykan penolong untuk menilai kondisi uterus ibu secara
memadai.
8)
Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi.
Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan
kering, atur posisi ibu agar nyaman, apakah duduk bersandarkan bantal atau
berbaring miring. Jaga agar tubuh dan kepala bayi diselimuti dengan baik,
berikan bayi kepada ibu, dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.
E. Perkiraan darah yang hilang
Perkiraan darah yang
hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, namun untuk menentukan banyaknya
darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali bercampur cairan ketuban
atau urin dan mungkin terserap kain, handuk atau sarung. Sulitnya menilai
kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung, karena ukuran
sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau
basah oleh darah. Mengumpulkan darah dengan wadah atau pispot yang diletakkan
dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan dan
bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot
sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui
bayinya. Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan
menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung darah dan dinilai berapa
botol darah yang telah digunakan untuk menampung darah, kalau setengah berarti
250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter. Dan ini merupakan salah satu cara
untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan
darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Kalau menyebabkan
lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih
dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari
500ml. Kalau ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kahilangan darah 50%
dari total darah ibu (2000-2500 ml). Perdarahan pasca persalinan sangat
penting untuk diperhatikan karena sangat berhubungan erat dengan kondisi
kesehatan ibu. Akibat banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan kematian
ibu. Perdarahan terjadi karena kontraksi uterusyang tidak kuat dan baik,
sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada disekitarnya akibatnya
perdarahan tak dapat berhenti. Perdarahan juga dapat disebabkan karena adanya
robekan perineum, serviks bahkan vagina dan untuk menghentikan perdarahannya
maka harus dilakukan penjahitan.
2. Penjahitan luka episiotomi/laserasi
Episiotomi,
insisi bedah perineum untuk memperbesar pintu bawah panggul, diperkenalkan
sebagai intervensi obstetrik pada akhir tahun 1800-an dan dipopulerkan oleh
teori DeLee yang penggunaannya akan melindungi perineum dari laserasi hebat.
Ahli obstetrik juga telah mengajukan bahwa penggunaan episiotomi memperbaiki fungsi seksual masa
depan dan mengurangi inkontinensia urine. Riset menunjukan sebaliknya.
Episiotomi dikaitkan dengan peningkatan laserasi kala III dan IV (Henrisken et
al.,1992;Klein et al., 1997) dan peningkatan nyeri pasca partum ketika
dibandingkan dengan laserasi sepontan (Klein et al., 1997).
Ada empat macam
episiotomi, yaitu sebagai berikut :
1.
Episiotomi medialis yang dibuat di garis
tengah.
2.
Episiotomi mediolateralis dari garis tengah
ke samping menjauhi anus.
3.
Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas komisura
posterior ke samping.
4.
Episiotomi sekunder, kalau kita melihat
ruptur perineum atau Episiotomi medialis yang melebar sehingga mungkin menjadi
ruptur perineum totalis, maka kita gunting ke samping.
A. Tujuan
episiotomi adalah sebagai berikut :
1.
Episiotomi membuat luka yang lurus dengan
pinggir yang tajam, sedangkan ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak
dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit dan sembuh dengan sempurna.
2.
Mengurangi tekanan pada kepala anak.
3.
Mempersingkat kala II.
4.
Episiotomilateralis dan mediolateralis
mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis.
Masing-masing
mempunyai keuntungan dan kerugian :
Episiotomi medialis :
|
Episiotomi mediolateralis
:
|
1.
Mudah di jahit.
2.
Anatomis maupun fungsionil sembuh dengan
baik.
3.
Nyeri dalam nifas tak seberapa.
4.
Dapat menjadi ruptura perinei totalis.
|
1.
Lebih sulit dijahit.
2.
Anatomis maupun fungsionil penyembuhan
kurang sempurna.
3.
Nyeri pada hari-hari pertama nifas.
4.
Jarang terjadi ruptura perinei totalis.
|
·
Karena episiotomi medialis mungkin menjadi
ruptura perinei totalis maka dibuat episiotomi mediolateralis pada:
-
Anak besar
-
Posisio occipito posterior atau letak
defleksi
-
Forceps yang sulit (forceps tengah)
-
Perineum yang pendek.
·
Episiotomi medialis terutama dibuat pada anak
yang prematur.
·
Episiotomi sekunder terpaksa kita buat kalau
penilaian kita salah.
B.
Prinsip dasar
penjahitan perineum adalah sebagai berikut :
1.
Ibu dalam posisi litotomi
2.
Penggunaan cahaya yang cukup terang
3.
Anatomi dapat dilihat dengan jelas
4.
Tindakan cepat
5.
Teknik yang steril
6.
Bekerja berhati-hati
7.
Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal
dalam vagina
8.
Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap
perasaan ibu selama tindakan
9.
Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk
menilai teknik dan pemilihan bahan untuk penjahitan.
C.
Pemilihan
Benang Jahit
Benang jahit terdiri
atas dua macam yaitu sebagai berikut :
1.
Benang yang dapat diserap (plain catgut):
terbuat dari jaringan ikat usus domba.Larut dalam seminggu, namun catgut yang
direndam dalam larutan khromik oksida (chromic catgut) lebih lama absorpsinya
dan bertahan selama 10-40 hari. Catgut chromic baik untuk penjahitan luka
episiotomi dan robekan akibat persaiinan. Benang buatan/sintetis (vicryl atau
polyglatin 910) juga dapat diserap dalam 60-90 hari.
2.
Benang yang tidak diserap.
a.
Terbuat dari katun, sutera jaringan
tumbuh-tumbuhan, logam, dan bahan sintetis.
b.
Cenderung menimbulkan reaksi jaringan.
Beberapa ukuran benang
jahit adalah sebagai berikut :
1.
2/0 atau 3/0 :baik untuk menjahit luka
2.
6/0 untuk menjahit luka pada wajah
3.
9/0 untuk pembedahan mata
Benang yang ideal
untuk episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 atau 3/0.
Prinsip pengikatan
simpul adalah sebagai berikut :
1.
Simpul harus terikat kuat
2.
Simpul harus sekecil mungkin
3.
Ujung benang dipotong kurang lebih ½ cm dari
sampul
4.
Simpul mati adalah yang terbaik.
D.
Melakukan
Episiotomi dengan Anestesi Lokal
Berikan
anestesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau
episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anestesi lokal
merupakan asuhan sayang ibu. Jika ibu menggunakan anestesi lokal saat dilakukan
episiotomi, lakukan pengujian luka untuk mengetahui bahwa anestesi masih
bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau cubit dengan forseps atau
cunam. Jika iu merasa tidak nyaman, maka ulangi lagi pemberian anestesi lokal
sebelum penjahitan.
Ø indikasi :
1.
Gawat janin
2.
Persalinan per vaginam dengan penyulit
(sunsang, distosia bahu, ekstrasi forceps, ekstrasi vakum)
3.
Jaringan parut pada perineum atau vagina yang
menghalangi kemajuan persalinan.
Ø Langkah-langkah
pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut :
1.
Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan
bantu ibu untuk merasa santai atau rileks.
2.
Hisap 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat
suntik sekali pakai ukuran 10 ml (jika diperlukan boleh digunakan tabung yang
lebih besar), jika lidokain 1% tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi
dilarutkan dulu dengan perbandingan 1:1.
3.
Pastikan bahwa tabung suntik memiliki
jarum ukuran 22 dan panjang 4 cm (jarum
yang lebih panjang boleh digunakan bila diperlukan)
4.
Letakkan dua jari ke dalam vagina di antara
kepala bayi dan perineum
5.
Masukan jarum di tengah fourchette dan
arahkan jarum sepanjang tempat yang akan di episiotomi.
6.
Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik)
untuk memastikan bahwa jarum tidak berada dalam pembuluh darah. Jika darah
masuk ke tabung suntik, jangan teruskan penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya.
Pindahkan posisi jarum dan suntikan kembali.
Alasan: Ibu dapat
mengalami kejang dan kematian bila lidokain disuntikkan ke
dalam pembuluh darah.
7.
Tarik jarum perlahan sambil menyuntikan
maksimum 10 ml lidokain.
8.
Tarik jarum bila sudah kembali ke titik asal
jarum suntuk ditusukkan. Kulit melembung karena anastesia bisa terlihat dan
dipalpasi pada perineum di sepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.
Ø
Prosedur
1.
Tunda tindakan episiotomi sampai perineum
menipis dan pucat,dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi.
2.
Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara
kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak direnggangkan dan berikan sedikit
tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
3.
Gunakan gunting tajam DTT atau steril, tempatkan
gunting di tengah-tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut
yang diinginkan untuk melakukan episiotomi mediolateral. Pastikan untuk
melakukan palpasi/mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarah gunting
cukup jauh ke arah samping untuk menghindari sfingter.
4.
Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah
mediolateral menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari
menggunting jaringan sedikit demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang
tidk rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih
lama.
5.
Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm
ke dalam vagina.
6.
Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan
tekanan pada luka episiotomi dengan dilapisi kain atau kasa DTT atau steril di
antara kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan.
7.
Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan
bayi untuk mecegah perluasan episiotomi.
8.
Setelah bayi dan plasenta lahir,periksa
dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan
atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau
laserasi tambahan
Ø
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada
saat melakukan penjahitan luka episiotomi atau laserasi perineum adalah sebagai
berikut :
1.
Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi
2.
Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti
robekan derajat III dan IV
3.
Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan
catgut cromic 2-0
4.
Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka
episiotomi sampai pada batas vagina
5.
Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan
vagina
6.
Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara
interuptus
7.
Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler
dengan benang 2-0
Ø
Pilihan Obat
Bupivakain adalah obat anestesik
lokal epidural yang umum digunakan selama persalinan. Pada masa lalu, pemberian
cairan konsentrasi 0,5 % mengkibatkan anestesi yang kuat dan waktu kerja yang
panjang. Namun, menyebabkan blok yang berlebihan pada sensorik dan motorik dan
kenaikan resiko yang tidak perlu seperti toksisitas sistemik atau anestesi
spinal yang tinggi. Analgesia dengan injeksi bolus 0,125 – 0,250% bupivakain,
dilanjutkan dengan infus epidural kontinu 0,125 – 0,250 % bupivikain adalah hal
biasa dilakukan sekarang ini. Infus epidural yang kontinu anestetik lokal
mengakibatkan stabilnya tingkat analgesia dan mengurangi kebutuhan penggulangan
injeksi bolus.
Lidokain
1% atau 2% 2-kloroprokain pada saat persalinan kala satu disukai karena
obat-obat ini mempunyai kinerja lebih cepat daripada bupivikain. Obat ini mempunyai masa kerja yang lebih
pendek dan menyebabkan blok motorik yang lebih intens. Pemberian 2-kloroprokain
tidak sebaik bupivikain yang dikombinasikan dengan opioid. Opioid menghasilkan
analgesia denngan meningkatkan reseptor opioid pada medula spinalis. Penyerapan
opioid secara sistemik juga terjadi, yang akan menyebabkan euforia maternal
sementara, sedasi, atau keduanya. Banyak dokter yang memakai opioid yang mudah
larut dalam lemak, (contohnya 50 mg fetanil atau 10 mg
sufentanil) dengan didahului bolus anestetiklokal dan kemudian diberikan infus
anestetik lokal melalui kateter epidural secara terus menerus dengan opioid
(contohnya 0,0625% bupivikain denagn 1-2 mg fetanil per
mililiter atau 0,2 – 0,4 mg sufentanil per
mililiter). Penggabungan anestetik lokal da opioid menyebabkan efek tambahan
(dan mungkin sinergistik) yang mempercepat kinerja analgesia dan memperpanjag
masa kerjanya. Tambahan opioid menyebabkan pengurangan dosis total anetetik
lokal. Hal ini mengurangi kemungkinan komplikasi anestesia lokal dan
menyebabkan berkurangnya intensitas blok motorik.
E.
Prinsip
Tindakan Episiotomi
Prinsip tindakan
episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak
tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu
pada penilaian klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi
yang di hadapi. Dengan demikian, tidak di anjurkan untuk melakukan prosedur
episiotomi secara rutin karena mengacu pada pengalaman dan bukti-bukti ilmiah
yang dikemukakan oleh beberapa pakar dan klinisi, ternyata tidak dapat terbukti
bermakna tentang manfaat episiotomi rutin. Episiotomi mediolateralis dan
medialis, tidakmenurunkan risiko cedera pada sfingter ani. Episiotomi
medialis, dianggap dapat meningkatkan
risiko ini. Episiotomi yang dikerjakan tanpa dasar dan alasan yang jelas dapat
menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan perineum yang terjadi
dibandingkan laserasi yang terjadi secara spontan. Selain itu, penerapan
episiotomi secara bebas dan kurang tepat, dapat meningkatkan jumlah perdarahan yang
terjadi pada persalinan.
F.
Menjahit luka
episiotomi:
1.
Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan
arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar.
2.
Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina,
bersihkan daerah vulva dan perineum.
3.
Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila
diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah
mengalir ke daerah yang akan di jahit.
4.
Letakan handuk atau kain bersih di bawah
bokong Ibu.
5.
Uji efektivitas anestesi lokal yang diberikan
sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka).
Jika terasa sakit, tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan.
6.
Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja
dengan leluasa dan aman dari cemaran.
7.
Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan
dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di
atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang
dengan menyisakan benang kurang lebih 0.5 cm.
8.
Jahitlah mukosa vagina menggunakan jahitan jelujur
dengan jerat ke bawah sampai lingkatan sisa himen.
9.
Kemudian tusukan jarum menembus mukosa vagina
di depan himen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak
tempat keluarnya jarum perineum dengan batas atas irisan irisan.
10.
Lanjutkan jahitan dengan jerat pada lapisan
subkutis dan otot sampai ke ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada kedua
sisi memiliki yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik).
11.
Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah
jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jahitan
subkutikuler.
12.
Bila telah mencapai lingkaran himen,
tembuskan jarum keluar mukosa vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukan
terakhir subkutikuler.
13.
Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem,
kemudian tusuk kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat
keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada
sisi berlawanan.
14.
Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang
pada klem dengan simpul kunci.
15.
Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan
colok dubur (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan).
16.
Tutup jahitan luka dengan kasa yang dibubuhi
cairan antiseptik.
3. Pemantauan kala IV
Sebagian besar
kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah
persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia.
Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama postpartum sangat penting.
Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan yang
telah dilakukan selama kala I, II, dan III untuk memastikan ibu tidak menemui
masalah apapun. Pada Kala IV yang perlu dipantau yaitu tekanan darah, nadi,
suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan
pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat resiko
atau terjadi perdarahan pascapersalinan.
1.
Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah pada
kala IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar
dan 30 menit sekali pada satu jam berikutnya. Tekanan darah yang normal adalah
untuk sistolik 90-140 mmHg dan diastolik
<90 mmHg. Tekanan darah < 90/60 mmHg, jika denyut nadi normal, tekanan
darah yang rendah seperti ini tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi, jika
tekanan darah > 90/60 dan nadinya >100 x/menit, ini akan mengidentifikasi
adanya suatu masalah. Bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk membuat
diagnosis. Mungkin ibu sedang mengalami demam atau terlalu banyak mengeluarkan
darah
2.
Suhu
Suhu pada kala IV di
periksa 1 jam sekali selama 2 jam pertama setelah plasenta keluar. Suhu tubuh
yang normal adalah kurang dari 38o C. Jika suhunya 38o C,
bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk memungkinkan identifikasi
masalah. Suhu yang tinggi tersebut mungkin disebakan oleh dehidrasi (karena
persalinan yang lama dan tidak cukup minum) atau ada infeksi.
3.
Tonus uterus dan tinggi fundus uteri
Tinggi fundus
uteri pada kala IV di periksa setiap 15
menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar dan 30 menit sekali pada satu
jam berikutnya. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri apabila kontraksi tidak
baik maka uterus terasa lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau di bawah
pusat; uterus lembek (lakukan masasse uterus, bila perlu berikan injeksi
oksitosin atau methergin).
Perdarahan: perdarahan normal selama 6
jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih
dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung
kencing)
4.
Perdarahan
Perdarahan pada kala
IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar dan 30
menit sekali pada satu jam berikutnya. Perdarahan yang normal setelah kelahiran
mungkin hanya akan sebanyak < 500 cc(satu pembalut perempuan) per jam,
selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan
lebih banyak dari ini, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan
penyebab-penyebabnya perdarahan berat harus diselidiki. Apakah ada laserasi
pada vagina atau serviks, apakah uterus berkontraksi dengan baik, apakah
kandung kemihnya kosong.
5.
Kandung kemih
Kandung kemih pada
kala IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar
dan 30 menit sekali pada satu jam berikutnya. Jika kandung kemih penuh dengan
air seni, uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik di
dalam abdomen dan tergeser ke samping. Ini biasanya merupakan pertanda bahwa
kandung kemihnya penuh. Setelah kandung kemihnya kosong, uterus akan dapat
berkontraksi dengan baik.
6.
Lochea
a.
Lochia rubra (cruenta) = berisi darah segar,
sel-sel decidua dan chorion. Terjadi selama 2 hari pasca persalinan
b.
Lochia sanguinolenta = warna merah kuning
berisi darah dan lendir. Terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan
c.
Lochia serosa = berwarna kuning dan cairan
ini tidak berdarah lagi. Terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan
d.
Lochia alba = cairan putih terjadi pada hari
setelah 2 minggu
Pemantauan selama
kala IV di catat pada lembar belakang partograf dengan format sebagai berikut :
Pemantauan Persalinan
Kala IV
Jam Ke
|
Waktu
|
Tekanan
Darah
|
Nadi
|
Temperatur
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Kontraksi Uterus
|
Kandung Kemih
|
Persalinan
|
1
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengisian pemantauan
kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan dan
setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan bagian yang digelapkan tidak usah diisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar