ASUHAN KALA 1
A. Kebutuhan Fisik Kala 1 Fase Laten
1. Posisi
Ibu yang sedang
menjalani persalinan harus mengupayakan posisi yang nyaman baginya dengan
catatan tidak ada kontraindikasi dari posisi tersebut . posisi yang dapat
diambil antara lain : telentang (dengan kepala tempat tidur pada sudut iklinasi
atau datar) , rekumben lateral, dada lutut, tangan lutut, duduk, berdiri,
berjalan , dan jongkok.
2. Mobilisasi
Pada saat fase laten ,
menuju ke pesalinan masih cukup lama , apalagi kalau ibu hamil tersebut
primigravida . maka tidak ada salahnya jika ibu difasilitasi untuk mobilisasi
seperti jalan-jalan di sekitar tempat bersalin.
3. Nutrisi dan Hidrasi
Pemeberian makanan dan
minuman saat persalinan dahulu menjadi kontroversi yang panjang .karena atas
pertimbangan selama persalinan motilitas usus menurun sehingga ditakutkan
terjadi nausea atau mual-muntah saat persalinan. namun evidence based terkini
menyebutkan bahwa makan dan minum saat persalinan diperbolehkan , apalagi masih
dalam fase laten. Mengingat untuk persalinan diperlukan tenaga / energi yang
sangat banyak . untuk alternatif dari motalitas usus yang menurun maka
dianjurkan makanan yang diberikan dapat dicerna dengan cepat dan mempunyai
kadar kalori yang tinggi , makanan tersebut antara lain seperti agar-agar ,
pudding , biscuit , untuk minumannya bisa diberikan Teh manis hangat , Jus yang
konsistensinya cair (seperti Jus strawberry manis), atau minuman pengganti
elektrolit juga bisa diberikan , tetapi tetap yang menjadi anjuran adalah minum
air teh manis hangat , karena atas pertimbangan cepat menjadi energi.
4. Rasa Nyaman
Rasa nyaman behubungan juga dengan
kebutuhan psikologis , bidan harus bisa memfasilitasi tentang pemenuhan
kebutuhan rasa nyaman ini . yang pertama bisa bidan lakukan adalah dengan
memberikan informasi tentang perubahan apa saja yang terjadi pada fase laten
ini , meciptakan ruangan yang nyaman (Bersih, rapih, wangi,kondusif)
(Buku Ajar Asuhan Kebidanan,
2007)
B. Kebutuhan Fisik Kala 1 Fase Aktif
1. Manajemen nyeri
Seiring dengan
bertambahnya pembukaan serviks pada fase aktif, rasa nyeri yang dirasakan ibu
pun akan semakin bertambah. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen nyeri agar
nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang atau teralihkan. Ada dua pendekatan
dalam manajemen nyeri yaitu pendekatan nonfarmakologis dan farmakologis.
Pendekatan
nonfarmakologis misalnya : relaksasi dan distraksi, imajinasi atau visualisasi,
masase atau pijatan, hidroterapi, akupresur, dan sebagainya. Sedangkan
pendekatan farmakologis contohnya : pemberian obat jenis sedatif/tranquilizer,
opioid, dan sebagainya.
2. Kebutuhan nutrisi dan hidrasi
Ada dua pendapat
mengenai pemberian makan dan minum melalui mulut pada ibu selama persalinan,
ada yang melarang makan dan minum melalui mulut karena lambung kosong
menurunkan risiko aspirasi pneumonia pada kasus yang memerlukan anestesia umum.
Namun, ada juga pendapat yang tidak setuju dengan hal itu, dengan alasan yang
menjadi masalah adalah makanan padat, karena makanan padat ini akan tetap
berada di lambung selama persalinan dikarenakan motilitas lambung, absorbsi
lambung dan sekresi asam lambung menurun selama persalinan. Sedangkan makanan
cair tidak terpengaruh dan meninggalkan lambung dalam durasi waktu biasanya.
Dengan demikian, cairan dapat diberikan pada ibu selama persalinan, misalnya
teh manis dan jus buah yang cair. Ibu akan lebih berenergi dan memiliki hidrasi
yang adekuat apabila mendapat makanan. Namun, ibu juga perlu diingatkan bahwa
konsumsi cairan berlebih dapat menimbulkan rasa mual dan ketidaknyamanan.
Dalam buku ajar kebidanan komunitas karangan Linda V. Walsh (halaman 285)
disebutkan bahwa pilihan nutrisi yang tepat untuk ibu hamil dalam
persalina kala satu meliputi karbohidrat
yang mudah dicerna seperti roti bakar, krekers, sereal, buah segar atau yogurt
rendah lemak dan berbagai cairan.
(Buku Ajar Kebidanan Komunitas.2007)
3. Posisi dan ambulasi
Ibu yang menjalani
persalinan harus mengupayakan posisi yang nyaman baginya, dengan catatan tidak
ada kontraindikasi untuk posisi terkait.
Ibu yang berada dalam persalinan harus
mampu berambulasi selama tidak ada kontraindikasi untuk hal tersebut. Misalnya
berjalan kaki, duduk di kursi, menggunakan toilet, dan sebagainya. Namun,
adakalanya ibu tidak diperbolehkan turun dari tempat tidur atau melakukan
ambulasi, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Ketika
ketuban pecah, janin berukuran kecil (di bawah 2000 gram), presentasi kaki atau
bokong atau letak melintang. Pada keadaan seperti ini, muncul resiko prolapsus
tali pusat yang meningkat ketika ibu dalam posisi berdiri. Bahkan posisi
telentang dengan kepala berada di atas tempat tidur, yang ditinggikan dengan
bantal lebih dari 20 sampai 30 derajat akan semakin meningkatkan resiko
prolapsus tali pusat.
b.
Ketika
ibu mendapat pengobatan dengan obat yang membuat ibu pusing atau membuat
kakinya tidak stabil ketika berdiri.
c.
Selama
persalinan yang kemajuannya cepat.
d.
Ketika
ibu mengalami komplikasi obstetrik atau medis yang mengharuskan ibu tetap di
tempat tidur.
4. Kebutuhan eliminasi
Ibu bersalin harus
dievaluasi untuk adanya distensi vesica urinaria setiap satu sampai dua jam.
Ibu mungkin fokus kepada proses persalinannya atau mungkin merasa enggan untuk
bergerak karena takut ada peningkatan ketidaknyamanan. Setiap pemeriksaan abdomen
harus melihat adanya tonjolan suprapubik karena kandung kemih yang penuh.
Umunya, ibu yang mendapat hidrasi cukup harus berkemih 100 ml setiap satu
sampai dua jam.
(Buku Ajar Asuhan Kebidanan
volume 2. 2008.)
C. Kebutuhan Psikologis Kala 1
1. Persiapan untuk persalinan
Pada suatu tahap dalam
masa persalinannya, semua wanita akan menyadari keharusan untuk melahirkan
anaknya.
2. Memberikan Informasi
Idealnya satiap wanita
yang hamil haruslah memperoleh kesempatan untuk membentuk hubungan dengan
seorang bidan tertentu agar nasihat bisa diberikan secara konsisten dan wanita
tersebut akan merasa rileks serta bisa bebas meminta informasi. Dengan cara
demikian, setiap wanita akan bisa mendapatkan informasi sebanyak yang
diinginkannya.
3. Mengurangi Kecemasan
Meskipun setiap wanita
mungkin akan merasa sedikit takut tentang beberapa aspek dari kehamilan dan
persalinan, banyak di antaranya merasa bahwa hal tersebut tidaklah berdasar.
4. Keikutsertaan dalam perencanaan
Pasangan-pasangan bisa
berpartisipasi dalam perencanaan asuhan persalinan ibu, dengan cara ini
pasangan akan merasa bahwa hal tersebut penting bagi para pemberi asuhan dan
akan merasa lebih tenang dalam menghadapi seluruh pengalaman memasuki rumah
sakit. Bidan harus ingat bahwa bagi pasangan-pasangan muda, rumah sakit
bagaikan tempat asing, merupakan lingkungan belum dikenal yang dihubungkan
dengan rasa sakit dan mati, dan mungkin saja mereka belum pernah datang ke
tempat seperti itu.
5. Berkenalan dengan para staf
Berkenalan dengan staf
bangsal persalinan serta melihat-lihat lingkungan sekitar akan sangat berguna
bagi sebagian besar wanita. Jika penggunaan perlengkapan dijelaskan, tentu akan
terasa tidak seperti rumah sakit dan akan mengurangi ketakutan. Pendekatan tim
pemberi asuhan dan pemberi asuhan kepada setiap wanita agar ia mendapatkan rasa
aman, dan bahwa ia akan bertemu dengan orang-orang yang sudah dikenalnya selama
kontak dengan penyedia jasa persalinannya.
(Asuhan
Kebidanan pada Masa Persalinan. 2011.
D. Pain Relief
1. Farmakologi
a.
Opioid
Opioid menimbulkan efek fisiologis
pada setiap organ tubuh manusia. Selama persalinan dan melahirkan, efek paling
penting adalah pada SSP. Efek pada SSP dapat meliputi analgesia, euphoria,
disforia, sedasi, mengantuk, emesis, pusing, hipoventilasi, miosis, dan
pruritis. Opioid yang berbeda menghasilkan efek yang berbeda dan individu akan
mengalami efek yang berbeda setiap waktu. Opiod berfungsi sebagai agonis yang
berkaitan dengan reseptor presinoptik dan prosipnosis. Reseptor opiod maliputi
suatu tempat ikatan yang berinteraksi dengan molekulo pioid dan tempat
pen-tiger yang menyebabkan reaksi kimiawi yang pada gilirannya menyebabkan efek
analgesic akhir (Driver, 1997). Efek dasar opioid adalah inhibisi neuron yang
disebabkan oleh perubahan pada kanal Ca ++.
Opioid
kehilangan aktivitasnya dalam tubuh melalui aktivitas dalam tubuh melalui
transportasi anzimatik dalam hati dan ginjal serta eleminasi melalui system
ginjal. Metabolit obat yang dibentuk dalam hati dapat diekskresi melalui
saluran gastrointestinal.
Penggunaan
opioid sistemik dalam persalinan menurunkan aktivitas uterin. Ketika diberikan
selama fase laten, opioid akan menurunkan atau menghentikan kontraksi selama
durasi kerja. Penggunaan dengan cara ini, obat dapat memberi istirahat
terapeutik untuk ibu yang mengelami fase latten memanjang. Dosis terapeutik
yang diberikan selama fase aktif tidak menunjukan efeknya pada aktivitas
uterin.
Semua
opioid mempunyai potensial untuk menyebabkan depresi neonates karena obat ini
menembus dengan cepat ke janin dan mempunyai efek depresan langsung pada proses
pernafasan di SSP. Ketika diberikan secara intramuscular atau subkutan, efek
puncaknya pada neonates terjadi pada 2 sampai 4 jam setelah pemberian. Bila di
berikan secara intravena, efeknya terjadi dalam beberapa menit. Tidak terbukti
bahwa dosis yang digunakan untuk analgesia epidural menunjukan efek depresan
terhadap bayi. Efek depresan pada neonates dapat berlanjut elama 2 sampai 4
hari setelah kelahiran dan lebih menonjol pada kasus komplikasi premature,
hipotensi, persalinan lama, resiko sesarea dan trauma. Penurunan variabilitas
dari denyut-ke-denyut pada denyut jantung janin akan juga terlihat setelah
pemberian opioid. Penurunan variabilitas ini terlihat kira-kira sepuluh menit
setelah pemberian meperidin pada persalinan dan berakhir selama sekitar 10
menit.
b.
Morfin
Morfin dapat diberikan melalui rute
subkutan, intramuscular, intravena, epidural atau spinal. Dosis 5-10 mg
intramuscular atau subkutan memberi kadar analgesia terapeutik. Bila diberikan
secara intravascular atau intravena, morfin dapat menghasilkan hipotensi karena
efek vasodilatasinya.
c.
Meperidin
Meperidin
mungkin opioid yang paling umum digunakan dalam persalinan dan melahirkan. Obat
ini dapat diberikan secar oral, intramuscular, atau intravena, meskipun
absorpsinya dari rute oral adlah 50% kurang efektif daripada rute parenteral.
Durasi intravena 2 sampai 3 jam. Pemberian intravena cepat akan menyebabkan
vasodilatasi, mungkin melalui pelepasan histamine.
Depresan
neonates terjadi 2 sampai 4 jam setelah dosis maternal, dan derajat depresi
tergantung pada usia gestasi dan adanya asfiksia. Eleminasi waktu paruh pada
neonates adalah 18 jam, dibandingkan dengan 2,4 jam pada ibu. 95% meperidin
dieleminasi dari neonates dalam 2 sampai 3 hari (Benedetti, 1995).
d.
Fentanil
Fentanil kira-kira 80 sampai 100 kali
sama potennya dengan morfin. Obat ini dapat diberikan secara intravena dan
telah digunakan pada analgesia epidural sejak 1980. Dosis umum selama
persalinan adalah 50 sampai 100 mikrogram intravena. Sufentanil, yang adalah 8
sampai 10 kali lebih poten dari fentanil, digunakan dalam kombinasi dengan
bupivakain untuk analgesia epidural.
e.
Butorfanol
Butorfanol adalah opioid
agonis-anta-agonis yang mempunyai
efektivitas analgesic lebih besar dengan efek samping lebih sedikiit daripada
preparat agonis-antagonis lain. Potensinya adalah 5 kali dari potensi morfin
dan 40 kali dari potensi meperidin. Obat
ini kurang mungkin menyebabkan mual dan muntah daripada morfin. Obat ini dapat
diberikan sevara intramuscular atau intravena dengan dosis umum 1-2 mg secara
intravena. Awitan kerja terjadi 2-3 menit setelah pemberian intravena dan
menetap selama 3-4jam. Waktu paruh eleminasi maternal adalah 2,7 jam.
Metabolisasi butorfanol terjadi dalam hati, dan dieksresi terutama melalui
gnjal. Meskipun butorfanol dengan cepat menembus plasenta, tidak ada laporan
efek neouro-perilaku neonates.
f.
Nalbufin
Preparat agonis-antagonis yang dapat
diberikan secara intramuscular, subkutan dan intravena. Dosis IV yang umum
adalah 2-4 mg, dengan awitan kerja 2-3 menit setelah pemberian dengan durasi
5-6 jam. Preparat ini dimetabolisasi dalam hati dan dieksresi melalui ginjal.
Analgesi dihasilkan dalam 45-60 menit setelah pemberian IM dan berakhir 4-5
jam, seperti butorfanol, nalbufin menghasilkan sedasi.
g.
Antagonis
opioid
Antagonis opioid menggantikan agonis
opioid (mis, morfin, meperidin, fentanil) dari tempat reseptor, sehingga
menghasilkan atau menghilangkan efeknya.
Nalokson dengan cepat membalik depresi pernafasan yang disebabkan oleh opioid
dan terutama efektif dalam mengatasi neonates yang mungkin menglami depresan
karena pemajanan intrauterine. Dosis neonatus adalah 0,01 mg/kg secara
intravena. Dosis maternal adalah 0,4 mg secara intravena. Obat ini harus
diberikan ddengan IV perlahan (2-3 menit) karena penginfusan cepat
mengakibatkan mual dam muntah. Efeksamping meliputi takikardia, hipertensi,
edema paru dan disritmia jantung, paling umum mengakibatkan stimulasi pada
sistem saraf simpatis. Nalokson bekerja singkat (30-45 menit) dan dosis ulang
mungkin diperlukan ketika counting-acting
opioid kerja lama. Naltrekson bekerja
menyerupai nalokson tetapi mempunyai efek sampai 24jam.
(Buku Ajar Kebidanan Komunitas.2007)
h. Sedatif/Tranquilizer
Sedatif adalah obat yang menimbulkan
kantuk atau tidur. Tranquilizer biasanya adalah obat yang mempunyai efek
menenangkan, biasanya psikotropika atau benzodiazepin.penggunaan sedatif atau
tranquilizer di usulkan untuk persalina dan melahirkan karena pemahaman bahwa
persalinan sering disertai rasa takut dan gelisah
i. Barbiturat
sedatif kerja pendek (sekobardital dan
pentobarbital) dapat bermaanfaat pada awal persalinan untuk menurukan ansietas
atau memudahkan istirahat. Keetika digunakn pada dosis 50-200 mg , efeknya
biasanya relaksasi bukan analgesia. Obat ini tidak efektif bila persalinan
telah maju sampai persalinan masa aktif.
j. Benziodiazepin
Benziodiazepin menghasilkan sedasi,
menurunkan ansietas , dan relaksasi otot.
k. Fenotiazin
Prometazin dan propiomazin
bermansafaat dalam perdalam persalinan karena sifat antiansietasnya . mekanisme
kejanya diyakini menjadi penyekat reseptr terhadap dopamin dan norepinefrin di
otak.
l. Hidrokszin
Mekanisme kerja obat ini tidak
jelas,baru diketahui bahwa pemberian dengan dosis 25 sampai 50 mg meredakan
ansietas, dan dosis 75 sampai 100 mg menghasilkan efek hipnotik.
(Buku Ajar
kebidanan Komunitas,
2007)
2. Non Farmakologi
Persiapan Melahirkan
Meskipun
persiapan melahirkan dalam model perawatan medis diperkenalkan pada tahun
1930-an oleh Grantly Dick-Read, proses pendidikan tentang persiapan melahirkan
menjadi mengedepan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an seiring dengan
konsumen lebih mencari alternatif untuk mendapatkan medikasi dan melahirkan
secara obstetrik. Kebanyakan program pendidikan prenatal mengajukan bahwa,
ketika seorang wanita hampir melahirkan dan melahirkan dengan mempunyai
pengetahuan, kepercayaan diri, sikap positif, dan respons yang terkondisi
mengalami sedikit intervensi obstetrik dan akan mempunyai kepuasan lebih besar
dengan pengalaman melahirkanya. Program persiapan melahirkan biasanya
menggabungkan berbagai pendekatan non-farmakologis untuk pereda nyeri.
Kehadiran
Fisik
Dengan
kehadirannya, pemberi perawatan biasanya memberi penenangan pada wanita yang
melahirkan. Keterkaitan antara kehadiran orang lain, bahkan orang asing, telah
menunjukkan akibat penurunan lama persalinan dan memperbaiki hasil kelahiran.
Pemberi perawatan profesional -praktisi, perawat, dan dukun – umumnya tampak
sebagai ahli oleh ibu dan keluarganya, dan karena intervensi mereka, anjuran
dan dorongannya biasa dicari selama persalinan. Meta-analisis yang dilaksanakan
dengan baik yang mengevaluasi 14 percobaan kontrol acak menemukan bahwa
“...kehadiran kontinu orang pendukung mengurangi kemungkinan medikasi untuk
pereda nyeri, persalinan pervagina operatif, persalinan sesarea, dan nilai
APGAR 5 menit kurang dari tujuh” (Hodnett, 2000)
Kemampuan
pemberi perawatan profesional untuk memberi kehadiran fisik konsisten secara
kuat dikaitkan dengan pembagian staf institusi dalam lingkungan persalinan.
Bidan dan asisten persalinan yang mengikuti persalinan di rumah paling mungkin
untuk memberi perawatan satu-persatu terus-menerus. Pusat kelahiran di luar
rumah sakit juga mungkin meyediakan bidan dan dukungan keperawatan yang
konsisten. Bidan dan perawat yang praktik di rumah sakit, khususnya di unit
perinatal yang sibuk, lebih mungkin untuk mendapatkan tugas yang meliputi dua
atau lebih ibu di ruang persalinan. Selain itu, telah ditemukan bahwa bahkan
ketika perawat ditugaskan pada model pembagian staf satu-persatu, mereka
menyediakan sedikit waktu mereka dalam memberi praktik perawatan suportif
(Hodnett, 1996; McNiven, Hodnett, dan O’Brien-Pallas, 1992)
Relakasasi
dan distraksi
Relaksasi
sadar telah ditemukan berkaitan dengan penurunan tegangan otot, dan menurunkan
laju metabolisme. Relaksasai telah digunakan di semua area perawatan kesehatan
untuk menurunkan stres dan ansietas. Relaksasi sadar terhadap otot seluruh
tubuh selama persalinan tampak meningkatkan keefektifan kontraksi uterus.
Persiapan untuk relaksasi sadar biasanya meliputi praktik latihan kognitif yang
menimbulkan penurunan ketegangan pada otot volunter. Relaksasi selanjutnya
ditingkatkan melalui kontrol lingkungan. Ruangan yang tenang, musik lembut,
suhu yang nyaman, dan posisi ibu yang nyaman semua meningkatkan kenyamanan.
Pemberi
layanan harus menyadari tentang proses yang biasa digunakan ibu untuk relaksasi sadar agar dukungannya lebih
efektif tehadap upaya ibu. Bahkan bila ibu belum menyiapkannya sebelum
kelahiran, pemberi layanan dapat meningkatkan relaksasi melalui kontrol
lingkungan dan bimbingan melalui setiap siklus kontraksi dan istirahat. Ketika
dikombinasi dengan pernapasan lambat-teratur, relaksasi dapat membantu ibu
bersalin mengatasi nyeri lebih efektif pada setiap kontraksi dan sitirahat
lebih penuh diantara kontraksi.
Imajinasi
Imajinasi
atau visualisasi sering diajarkan dalam kaitannya dengan relaksasi sadar selama
di kelas persiapan melahirkan. Ketika digunakan dengan efektif, imajinasi
memungkinkan ibu bersalin mengurangi perasaan ketidaknyamanan atau nyeri dengan
segera dengan berimajiansi tentang kesenangan yang mendorong relaksasi. Serupa
dengan relaksasi, imajinasi dapat menimbulkan penurunan tegangan otot dan
frekuensi jantung dan pernapasan serta perasaan lebih sejahtera. Tampaknya
lebih efektif bila dipraktekan sebelum persalinan. Namun, pemberi layanan atau
individu pendukung lain dapat membimbing ibu yang tidak terlatih dengan
memintanya menutup mata dan melihat suatu tempat ketika ia merasa nyaman dan
aman. Konsentrasi pada perasaan yang ia alami ketika ia di tempat itu akan
memudahkannya memindahkan perasaan sejahtera tersebut pada saat ini. Salah satu
penelitian yang menggali efek pengajaran relaksasi bantuan-imajinasi
(imagery-assisted relaxation, IAR) menemukan tidak ada perbedaan bermakna di
antara kelompok ketika menganalisis status ansietas setelah latihan, persepsi
tentang intensitas nyeri, penggunaan medikasi nyeri, medikasi nyeri tepat
waktu, dan nilai APGAR menit-1. Pengukuran fisiologis terhadap wanita menunjukkan
derajat relaksasi lebih besar pada kelompok relaksasi bantuan imajinasi, APGAR
menit-5 bayi pada kelompok IAR lebih tinggi. Namun, peneltian ini terbatas pada
ukuran sampel kecil dan tidak ada analisis berbobot (Lindberg dan Lawlis, 1988)
Posisi
maternal dan perubahan posisi
Penelitian
lintas-budaya tehadap pilihan posisi ibu selama persalinan menunjukkan bahwa
ibu cenderung memilih berbagai posisi dan sering mengubah posisi selama
persalinan dan melahirkan. Tradisi medis yang memilih tirah baring selama
seluruh persalinan lebih banyak pada peran sakit yang dirasakan ibu bersalin
dan mengakibatkan kesulitan dalam bergerak ketika intervensi seperti hidrasi
intravena, pemantauan janin kontinu, dan sedasi dan anestesi adalah normal.
Ketika peneliti mengobservasi wanita bersalin di lingkungan tidak terkontrol,
mereka melihat perubahan posisi yang sering cenderung mempertahankan tubuh ibu
vertikal. Perubahan posisi, termasuk ambulasi, telah dikaitkan dengan lebih
sedikitnya penggunaan medikasi nyeri, kontraksi lebih efektif, dan rasa kontrol
ibu lebih besar.
Masase
dan pijatan
Masase
dianggap membantu dalam relaksasi dan menurunkan kesadaran nyeri dengan
meningkatkan aliran darah ke area yang sakit, merangsang reseptor sensori di
kulit dan otot dibawahnya, mengubah suhu kulit, dan memberi rasa sejahtera umum
yang dikaitkan dengan kedekatan manusia. Masase dapat bervariasi dari pijatan
ringan (effleurage) sampai masase lebih dalam terhadap kulit dan struktur di
bawahnya. Hedstorm dan Newton (1986), dalam penelitian klasiknya sekarang
tentang penggunaan sentuhan dalam persalinan, menemukan bahwa sentuhan secara
umum digunakan dalam persalinan untuk memberi peredaan nyeri. Dinayatakan bahwa
stimulasi pelepasan endorfin, penurunan katekolamin endogen, dan rangsangan
terhadap serat saraf aferen yang mengakibatkan blok terhadap transmisi rangsang
nyeri (teori gate control) mungkin instrumen dalam efek intervensi ini.
Akupresur
Akupresur
adalah pendekatan penyembuhan yang berasal dari daerah Timur yang menggunakan
masase titik tertentu di tubuh (garis aliran energi atau meridian) untuk
meurunkan nyeri atau mengubah fungsi organ. Keyakinan yang didasarkan pada
pengobatan Timur mendukung penjelasan tentang efeknya dalam memfasilitasi
aliran energi atau membebaskan blok pada aliran melalui meridian. Keyakinan
lain, lebih berdasarkan pada pengobatan Barat, menjelaskan keberhasilannya
dengan menyatakan bahwa tekanan meningkatkan kadar endorfin setempat. Praktisi
yang lebih nyaman dengan pendekatan pengobatan Barat dapat menggunakan istilah
masase. Tekan untuk mengambarkan modalitasi ini (Jungman, 1988). Riset pada
penggunaan akupresur dan persalinan terbatas: namun, penggunaannya selama
berabad-abad di negara Asia dan adanya kesimpulan dalam penelitian
psikoprofilaktik asli yang diakukan di Rusia memberi pandangan historis tentang
keefektifannya. Salah satu penelitian yang dipublikasikan di jurnal kedokteran
Amerika telah melaporkan keefektifan dalam merangsang dan menginduksi
persalinan dan menghambat persalinan preterm (Tsueii, Lai, dan Sharma, 1977)
Rangsangan
khusus dihasilkan oleh akupresur ditambah dengan kehadiran emosi dan sentuhan
individu pendukung. Dukungan tambahan diberikan oleh pedoman langsung yang
memasukkan modalitas lain, seperti relaksasi, visualiasi, dan pernapasan
terpola. Efek kombinasi, kemudian, sinergistik secara alamiah.
Tekanan
harus diberikan dengan ujung jari atau ibu jari diatas titik akupresur, baik
sebagai tekanan tidak bergerak atau dorongan yang diberikan dalam gerakan
sirkular kecil (Jungman, 1988). Ibu bersalin diharapkan memberi umpan balik
mengenai apakah jumlah tekanan yang digunakan tepat. Tekanan tidak diberikan pada tulang, tetapi
ke arah tulang dan ketika diberikan dengan tepat, ibu dapat merasakan nyeri
tekanan atau sensasi kesemutan. Tekanan biasanya diberikan selama 5-10 detik.
Selama
persalinan akupresur dapat diberikan secara lateral kebawah sepanjang spina dan
sepanjang lengan dan kaki untuk meningkatkan relaksasi. Tipe masase titik tekan
tertentu ini dapat diajarkan selama kelas persiapan melahirkan bersama
pasangan. Chin-chin, yang terletak disisi spina di leher, memantau untuk
menurunkan tegangan tubuh atas. Tekanan pada titik akupresur shen-shu,
kira-kira 5 cm dari sakrum, meredakan nyeri punggung bawah (Nichols dan Jwelling,
1997). Beberapa titik tekan tertentu membantu untuk meredakan ketidaknyamanan
persalinan. Selama persalinan kala satu akhir, tekanan pada titik telapak
tangan dan titik ho-ku (CO4) dapat menurunkan nyeri. Titik ho-ku terletak
antara metakarpal pertama dan kedua pada sisi dorsal tangan. San-yin-chiao
(Sp6) dipertimbangkan sebagai titik untuk persalinan sulit (Jungman, 1988).
Titik ini adalah selebar tiga jari superior terhadap pergelangan kaki dalam,
posterior terhadap tibia. Tekanan pada baik titik san-yin-chiao dan ho-ku telah
menunjukkan efektif untuk induksi persalinan. Untuk alasan ini, pasangan harus
diberi tahu untuk tidak memberi tekanan sebelum minggu ke-37.
Akupresur
juga tidak boleh digunakan pada adanya permukaan jaringan yang meradang,
iritasi, atau infeksi. Tekanan dan masase pada kaki harus dihindari pada adanya
varises dengan potensi timbulnya aktivitas tromboembolik.
Penggunaan
Kompres Panas dan Dingin Lokal
Penggunaan
kompres panas untuk area yang tegang dan nyeri dianggap meredakan nyeri dan
mengurangi spasme otot yang disebabkan oleh iskemia, yang merangsang neuron
yang memblok transmisi lanjut rangsang nyeri dan menyebabkan vasodilatasi dan
peningkatan aliran darah ke area tersebut (Nichols dan Zwelling, 1997; Simkin,
1995). Kompres panas terutama membantu ketika wanita bersalin sedang mengalami
nyeri punggung yang disebabkan oleh posisi posterior oksiput janin atau
tegangan umum pada otot punggung. Kompres panas dapat diberikan dengan
menggunakan kompres basah hangat atau botol air panas atau bantalan pemanas.
Pemberian
kompres dingin menurunkan ketidaknyamanan dengan mengurangi sensitivitas kulit
dan otot superfisial oleh rangsangan neuron sensori (teori gate control) dan dengan mengurangi inflamasi dan kekakuan (Nichols
dan Zwelling, 1997). Penggunaan waslap dingin juga menyejukkan karena ibu
mengalami peningkatan produksi panas dan mengejan aktif. Kompres es pada area
lokal nyeri atau tegangan (mis., pada nyeri punggung) dapat juga menurunkan
ketidaknyamanan.
Kehati-hatian
harus dilakukan untuk melindungi kulit dan jaringan di bawahnya ketika
menggunakan kompres panas dan dingin topikal. Ambang nyeri dapat diubah selama
persalinan, dan ibu bersalin mungkin tidak merasakan suhu ekstrem yang dapat
menimbulkan luka bakar atau cedera beku.
Hidroterapi
Telah
lama diketahui bahwa perendaman dalam air menimbulkan relaksasi otot,
meningkatkan vasodilatasi yang menimbulkan peningkatan aliran darah, dan
perasaan sejahtera secara umum. Mandi air hangat, pancuran, dan kolam
bergelombang paling mungkin menimbulkan relaksasi dengan merangsang ujung-ujung
saraf kulit, yang menimbulkan pembalikan respons sistem saraf simpatis
(Simkins, 1995). Semprotan air mandi pancuran dan kolam bergelombang menambah
aktivasi reseptor termal dan taktil, sehingga mentransmisikan rangsang ke kornu
dorsal medula spinalis dan menghambat transmisi ke korteks serebral. Penelitian
historis terhadap dukungan melahirkan pada awal abad keduapuluh menemukan
contoh-contoh mandi rendam baik untuk meredakan ketidaknyamanan persalinan dan
perangsangan persalinan ketika stress ibu memperberat buruknya kemajuan
persalinan (Walsh, 1992). Penggunaan hidroterapi jet dapat memberi bahkan
peredaan lebih besar daripada pencelupan sederhana karena aliran air dapat
diarahan pada area ketidaknyamanan yang lebih dalam. Salah satu percobaan
kontrol acak menemukan bahwa ibu yang menggunakan mandi rendam selama
persalinan lebih sedikit menggunakan narkotik atau analgesia epidural, dan
lebih mungkin untuk melahirkan dengan perineum utuh (Ruh et al., 1996).
Meta-analisis terhadap tiga percobaan kontrol acak yang mengevaluasi penggunaan
rendaman air selama persalinan menemukan bahwa pencelupan selama kala satu
persalinan dikaitkan dengan kecenderungan penurunan penggunaan metode peredaan
nyeri, dan penulis menyimpulkan bahwa, meskipun tidak ada efek merugikan yang
dilaporkan, riset selanjutnya perlu dlakukan untuk menentukan keamanan
perendaman pada janin dan bayi baru lahir (Nikodem, 2000).
Penggunaan
hidroterapi mungkin dibatasi oleh kurangnya akses pada tempat berendam (tub)
dan kekhawatiran institusi mengenai keamanan dan kelalaian (liabilitas). The
CNM Data Group (1998) melaporkan penggunaan hidroterapi hanya pada 15%
persalinan di sembilan institusi. Ketakutan tentang peningkatan infeksi,
khususnya pada kasus pecah ketuban, sering disebut sebagai alasan untuk
melarang mandi rendam. Salah satu pandangan sistematia (Simkins, 1995) tidak
menemukan adanya peningkatan perbedaan dalam korioamnionitis, endotriosis, atau
infeksi neonatus ketika membandingkan pasien yang tidak menggunakannya. Secara
jelas suatu prosedur pembersihan seksama dengan evaluasi oleh budaya periodik
perlu untuk pengendalian infeksi. Kekuatiran juga timbul mengenai pengkajian
janin sementara ibu melahirkan di air. Pemantauan janin intermitten dapat
dilanjutkan dengan menggunakan Doppler atau Fetoskop.
Stimulas
Saraf Elektrik Transkutan
Meskipun
stimulasi saraf elektrik transkutan (transcutaneous
electrical nerve stimulation, TENS) terutama digunakan dalam terapi fisik
untuk terapi fisik dan pasien pascabedah, kadang ini digunakan dalam
persalinan. Unit TENS dapat dipegang, dioperasikan dengan baterai yang
disambungkan ke kulit punggung bawah pada setinggi T10 sampai L1 dengan dua
pasang bantalan elektronik.
Ketika
elektroda diaktifkan, unit ini mengirimkan denyutan yang mengubah arus ke otot,
dan ibu merasakan perasaan kesemutan pada jaringan yang distimulasi. Diteorikan
bahwa analgesia dicapai baik oleh pemblokan impuls aferen (teori gate control) atau dengan menstimulasi
pelepasan endorfin setempat (Harrison et al, 1986). Hasil percobaan kontrol
acak menunjukkan bahwa ibu yang menggunakan TENS merasakan penurunan penggunaan
analgesia epidural dan secara umum puas dengan penggunaan unit tersebut
(Simkins, 1995). Efek samping yang kadang muncul adalah iritasi kulit yang
disebabkan oleh lead elektroda.
Selanjutnya, percobaan tidak menemukan efek pada janin atau neonatus. TENS
tampak paling membantu ketika ibu telah diajarkan bagaimana menggunakan dan
mengandalikan alat ini selama periode prenatal dan ketika mulainya persalinan
awal. Unit TENS tersedia hanya melalui peresepan dan biasanya didistribusikan
melalui departemen terapi fisik.
Injeksi
Intradermal Air Steril
Kira-kira
sepertiga ibu melahirkan mengalami nyeri punggung kerena persalinan, dan
intensitasnya sering digambarkan sebagai hebat. Pemberian narkotik sering tidak
efektif dalam meredakan nyeri jenis ini. TENS telah menunjukkan keefektifannya,
tetapi prosedurnya memerlukan alat khusus dan paling efektif apabila ibu telah
terlatih menggunakannya sebelum persalinan. Analgesia epidural dan spinal serta
anastesi mungkin efektif tapi memerlukan personel medis dan peralatan yang
disiapkan khusus. Banyak penelitian di Eropa telah menggali penggunaan injeksi
intradermal air steril ke kulit punggung bawah, dan menemukan bahwa prosedur
ini secara signifikan menurunkan nilai nyeri – sering dramatis (Ader, Hansson,
dan Wallin, 1990; Trolle et al., 1991). Mekanisme kerjanya adalah injeksi air
steril merangsang endorfin endogen dan/atau memberikan rangsangan pada
percabangan T10-L1, karenanya mencegah transmisi lanjut rangsangan dari serviks
dan segmen uterus bawah.
Dua
injeksi diberikan secara bilateral di atas spina iliaka superior posterior;
injeksi tambahan diberikan secara bilateral 2 cm inferior dan 1 cm medial
terhadap injeksi pertama. Tempat ini berkaitan dengan penggunaaan TENS dan
akupresur Lytzen, Cederberg, dan Moller Nielsen (1989) mencatat bahwa “tidak
diperlukan adanya keakuratan”. Air steril (0,1 mL) diinjeksikan secara
intrakutan degan menggunakan spuit Mantoux; injeksi ini menghasilkan papula
putih kecil. Ibu mengalami nyeri rasa terbakar yang tajam pada injeksi ini,
dengan peredaan kira-kira 30 detik. Peredaan nyeri punggung biasanya terjadi
dalam beberapa menit dan berakhir selama sedikitnya 2 jam.
(Buku
Ajar Kebidanan Komunitas.
2007)
E. Persiapan Persalinan
1. Ibu dan Bayi
Meskipun hari perkiraan persalinan
masih lama tidak ada salahnya jika ibu dan keluarga mempersiapkan persalinan
sejak jauh hari sebelumnya. Ini dimaksudkan agar jika terjadi sesuatu hal yang
tidak diinginkan atau persalinan maju dari hari perkiraan, semua perkiraan yang
dibutuhkan sudah siap. Beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk persalnan
adalah sebagai berikut:
a.
Biaya
dan penentuan tempat serta penolong persalinan.
b.
Anggota
keluarga yang dijadikan sebagai pengambil keputusan jika terjadi suatu
komplikasi yang membutuhkan rujukan.
c.
Baju
ibu dan bayi beserta perlengkapan lainnya.
Meskipun pakaian bukan
merupakan hal yang berakibat langsung terhadap kesejahteraan ibu dan janin,
namun perlu kiranya kita tetap mempertimbangkan beberapa aspek kenyamanan dalam
berpakaian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pakaian ibu bersalin
adalah memenuhi kriteria berikut ini :
1)
Pakaian
harus longgar, bersih dan tidak ada ikatan yang ketat pada daerah perut
2)
Bahan
pakaian usahakan yang mudah menyerap keringat (seperti katun).
3)
Pakailah
bra yang menyokong payudara ( tali bra yang cukup besar untuk menyangga
payudara dan bahannya mudah menyerap keringat).
4)
Memakai
pakaian dalam yang bersih dan agak longgar, mudah menyerap keringat dan jangan
yang dibawah pinggang.
Pakaian yang disiapkan untuk
bayi memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)
Baju
sudah siap pakai (dicuci, jemur, setrika)
2)
Baju
dan pernel disusun berdasarkan urutan pemakaian
3)
Baju
tidak ketat bahan lembut jangan sampai membuat kulit BBL iritasi
d.
Surat-surat
fasilitas kesehatan ( misalnya ASKES, jaminan kesehatan dari tempat kerja,Kartu
Sehat dan lain-lain)
e.
Pembagian
peran ketika ibu berada di RS (ibu dan mertua, yang menjaga anak lainnya – jika
bukan persalinan yang pertama).
f.
Menyiapkan
stok darah yang sama dengan golongan darah ibu hamil
(Asuhan kebidanan
pada masa kehamilan, 2009)
2. Bidan dan Peralatan
a.
Mempersiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi
Persalinan dan kelahiran
bayi mungkin terjadi di rumah (rumah ibu atau rumah kerabat), di tempat bidan,
puskesmas, polindes, atau rumah sakit. Pastikan ketersediaan bahan-bahan dan
sarana yang memadai. Laksanakan upaya pencegahan infeksi (PI) sesuai dengan
standar yang telah di tetapkan.
Di manapun
persalinan dan kelahiran bayi terjadi, di perlukan hal-hal pokok seperti
berikut ini :
1)
Ruangan yang hangat dan bersih, memiliki sirkulasi udara
yang baik dan terlindung dari tiupan angin.
2)
Sumber air bersih dab mengalir untuk cuci tangan dan
memandikan ibu sebelum dan sesudah melahirkan.
3)
Air disinfeksi tingkat tinggi (air yang dididihkan dan
didinginkan) untuk membersihkan vulva dan perineum sebelum di lakukan periksa
dalam dan membersihkan perineum ibu setelah bayi lahir.
4)
Kecukupan air bersih, klorin, deterjen, kain pembersih,
kain pel dan sarung tangan karet untuk membersihkan ruangan, lantai, perabotan,
dekontaminasi dan proses peralatan.
5)
Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan
penolong persalinan. Pastikan bahwa kamar kecil dan kamar mandi telah
didekontaminasi dengan larutan klorin 0,5%, dibersihkan dengan deterjen dan air
sebelum persalinan di mulai (untuk melindungi ibu dan resiko infeksi), dan
setelah bayi lahir (untuk melindungi keluarga dari resiko infeksi melalui darah
dan sekresi ibu).
6)
Tempa yang lapang untuk ibu berjalan-jalan dan menunggu
saat persalinan, melahirkan bayi dan untuk memberikan asuhan bagi ibu dan
bayinya setelah persalinan. Pastikan bahwa ibu mendapatkan privasi yang
diinginkannya.
7)
Penerangan yang cukup, baik siang maupun malam hari.
8)
Tempat tidur yang bersih untuk ibu. Tutupi kasur dengan
plastik atau lembaran yang mudah dibersihkan jika terkontaminasi selama
persalinan atau kelahiran bayi.
9)
Tempat yang bersih untuk memberikan asuhan bayi baru
lahir.
10)
Meja yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan
persalinan
11)
Meja untuk tindakan resusitasi bayi baru lahir.
b.
Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang
diperlukan
Pastikan
kelengkapan jenis dan dan jumlah bahan-bahan yang diperlukan serta dalam
keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran bayi. Jika sempat
persalinan dan kelahiran bayi akan terjadi jauh dari fasilitas kesehatan,
bawalah semua keperluan tersebut ke lokasi persalinan. Ketidakmampuan untuk
menyediakan semua perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat esensial pada saat
diperlukan akan meningkatkan resiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru
lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka.
Pada setiap
persalinan dan kelahiran bayi:
1)
Periksa semua peralatan sebelum dan sesudah memberikan
asuhan. Segera ganti peralatan yang hilang atau rusak.
2)
Periksa semua obat-obatan dan bahan-bahan sebelum dan
setelah menolong ibu bersalin dan melahirkan bayinya. Segera ganti obat apapun
yang telah di gunakan atau hilang.
3)
Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan sudah bersih
dan siap pakai. Partus set, peralatan untuk melakukan penjahitan dan peralatan
untuk resusitasi bayi baru lahir sudah dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi
(DTT)
c.
Persiapan Rujukan
Kaji ulang
rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika terjadi penyulit, keterlambatan
untuk merujuk kefasilitas yang sesuai dapat membahayakan jiwa ibu dan atau
bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua
asuhan atau perawatan yang telah diberikan dan semua hasil penilaian (termasuk
partograf) untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
Jika ibu datang
hanya untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan ia tidak siap
atau kurang memahami bahwa kondisinya memerlukan upaya rujukan maka lakukan
konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang perlunya memiliki rencana
rujukan. Bantu mereka mengembangkan rencana rujukan pada saat awal persalinan.
d.
Memberikan asuhan sayang ibu
Persalinan adalah
saat yang menegangkan dan dapat menggugah emosi ibu dan keluarganya bahkan
dapat menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk
mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan tersebut sebaiknya
dilakukan melalui asuhan sayang ibu selama persalinan dan proses kelahiran
bayinya.
Prinsip-prinsip
umum asuhan sayang ibu adalah:
1)
Menyapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan
bertindak tenang dan berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran
bayi.
2)
Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau
anggota keluarganya
3)
Anjurkan suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan
memberikan dukungannya
4)
Waspadai gejala dan tanda penyulit selama proses
persalinan dan lakukan tindakan yang sesuai jika diperlukan
5)
Siap dengan rencana rujukan
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk:
1)
Memberikan dukungan emosional
2)
Membantu pengaturan posisi ibu
3)
Memberikan cairan dan nutrisi
4)
Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur
5)
Pencegahan infeksi
Dukungan emosional
Dukung dan anjurkan suami dan
anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama persalinan dan proses
kelahiran bayinya. Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan
mengenali berbagai upaya yang mungkin sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai
keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara yang secara khusus diminta
untuk menemaninya (Enkin, et al, 2000).
Bekerja
sama dengan anggota keluarga untuk :
1)
Mengucapkan
kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada ibu
2)
Mambantu
ibu bernafas secara benar pada saat kontraksi
3)
Memijat
punggung, kaki atau kepala ibu dan tndakan-tindakan bermanfaat lainnya
4)
Menyeka
muka ibu secara lembut dengan menggunakan kain yang idbahasi air hangat atau
air dingin
5)
Menciptakan
suasana kekeluargaan dan rasa aman
e.
Mengatur
Posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba
posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan bayi serta anjurkan
suami dan pendamping lainnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh
berjalan, berdiri, duduk, jongkok, berbarng miring atau merangkak. Posisi tegak
seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turungnya kepala bayi
dans seringkali memperpendek waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti
posisi selama persalinan. Beritahukan pada ibu untuk tidak berbaring terlentang
lebih dari 10 menit. alasannya : jika ibu berbaring terlentang maka berat
uterus dan isinya (janin, caran ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena cava
inferior. Hal ini akan mengakibatkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu
ke plasenta. Kondisi seperti ini dapat mnyebabkan hipoksia atau kekurangan
pasokan oksigen pada janin. Selain itu, posisi terlentang berhubungan dengan
gangguan terhadap proses kemajuan persalinan (Enkin, et al, 2000)
f.
Pemberian
Cairan dan Nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan
(makanan ringan dan minuman air) selama persalinan dan proses kelahiran bayi.
Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan tetapi setelah
memasuki fase aktif, mereka hanya ingin mengkonsumsi cairan saja. Anjurkan agar
anggota keluarga sesering mungkin menawarkan minuman dan makanan ringan selama
proses persalinan. Alasan : makanan ringan dan asupan cairan yang cukup seama
persalinan akan memberikan lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi.
Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan/membuat kontraksi menjadi tidak teratur
dan kurang efektif.
g.
Kamar
Mandi
Anjurkan ibu untuk mengosongkan
kandung kemihnya secara rutin selama persalinan, bu harus berkemih sedikitnya
setiap dua jam, atau lebih sering jika ibu merasa ingin berkemih atau jika
kandung kemih terasa penuh. Periksa kandung kemih sebelum memeriksa denyut
jantung janin (amati atau lakukan palpasi diatas simpisis pubis untuk
mengetahui apakah kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk
berkemih dikamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan kekamar mandi, berikan
wadah urine.
WHO
dan asosiasi rumah sakit internasional menganjurkan untuk tidak menyatukan
ruang bersalin dengan kamar mandi atau toilet karena tingginya frekuensi
penggunaan, lalu lintas antar ruang, potensi cemaran mikroorganisme, percikan
air atau lantai yang basah akan meningkatkan risiko infeksi nosokomial terhadap
ibu, bayi baru lahir dan penolong sendiri.
Hindarkan
terjadinya kandung kemih yang penuh karena berpotensi untuk :
1)
Memperlambat
turunnya janin dan mengganggu kemajuan persalinan
2)
Menyebabkan
ibu tidak nyaman
3)
Menngkatkan
resiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri
4)
Mengganggu
penatalaksanaan distosia bahu
5)
Meningkatkan
risiko infeksi saluran kemih pasca persalinan
Selama
persalinan berlangsung, tidak dianjurkan untuk melakukan katerisasi kandung
kemih secara rutin. Alasan : katerisasi menimbulkan rasa nyeri, meningatkan
resiko infeksi dan perlukaan saluran kemih ibu.
Anjurkan
ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu ingin buang air besar saat fase
aktif, lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu
bukan disebabkan oleh tekanan bayi pada rektum. Bila memang bukan gejala kala
dua persalinan maka izinkan atau perbolehkan ibu untuk kekamar mandi. Jangan
melakukan klisma secara rutin selama persalinan. Klisma tidak akan memperpendek
waktu persalinan, menurunkan angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka
pasca persalinan dan malahan akan meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama
kala dua persalinan (Enkin, et al, 2000).
h.
Pencegahan
Infeksi
Menjaga lingkungan tetap bersih
merupakan hal penting dalam mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi ibu
dan bayinya. Hal ini merupakan unsur penting dalam asuhan sayang ibu. Kepatuhan
dalam menjalankan praktik-praktik pencegahan infeksi yang baik, juga akan
melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dari infeksi. Ikuti
praktik-praktik pencegahan infeksi yang telah ditetapkan untuk mempersiapkan
persalinan dan proses kelahiran bayi. Anjurkan ibu untuk mandi pada saat awal
persalinan dan pastikan ibu memakai pakaian yang bersih. Cuci tangan sesering
mungkin, gunakan peralatan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan gunakan
sarung tangan saat diperlukan. anjurkan anggota keluarga untuk mencuci tangan
mereka sebelum dan setelah melakukan kontak dengan ibu dan/atau bayi baru
lahir.
Alasan
: pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu
dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan untuk melaksanakan prosedur
encegahan infeksi secara baik dan benar juga dapat melindungi penolong
persalinan terhadap risiko infeksi.
(Asuhan persalinan normal.
2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar