Senin, 29 Oktober 2012

Asuhan Persalinan Kala IV


1.     Memberikan asuhan pada ibu bersalin kala IV


A.    Fisiologi kala IV

Segera setelah kelahiran plasenta, sejumlah perubahan maternal terjadi pada saat stress fisik dan emosional akibat persalinan dan kelahiran mereda dan ibu memasuki penyembuhan pascapartum dan bonding (ikatan). Pada saat ini bidan harus memfasilitasi fase taking in dan memastikan kemampuan ibu berpartisipasi adalah langkah-langkah vital dalam proses bonding. Pada periode ini bidan harus mengkaji setiap perubahan – perubahan yang terjadi pada ibu, sepert tanda – tanda vital, uterus, serviks, vagina dan perineum. 
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah – tengah abdomen kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat antara simpisis pubis dan umbilicus. Jika uterus ditemukan pada bagian tengah, diatas umbilicus, hal tersebut dapat menandakan adanya darah dan bekuan di dalan uterus, yang perlu ditekan dan dikeluarkan, uterus yang berada diatas umbilicus dan bergeser, paling umum ke kanan, cenderung menandakan kandug kemih penuh. Kandung kenih penuh menyebabkan uterus bergeser, menghambat kontraksi dan memungkinkan peningkatan resiko perdarahan. Jika ibu tidak mampu buang air kecil secara spontan pada saat ini, kandung kemh sebaiknyadikosongkan dengan kateter untuk mencegah perdarahan.
Uterus yang berkontraksi normal harus keras saat disentuh. jika segmen atas uterus keras, tetapi perdarahan menetap, pengkajian segmen bawah penting  dilakukan. uterus yang lunak, hipotonik, longgar tidak berkontraksi dengan baik; atonia uterus adalah penyebab utama perdarahan pascapartum seger. Hemostasis uterus yang efektif dipengaruhi oleh kontraksi jalinan serat-serat otot miometrium. Serat-serat ini bertindak sebagai pengikat pada pembuluh darah terbuka pada sisi plasenta. Pada umumnya thrombus terbentuk dalam pembuluh darah distal pada desidua., bukan dalam pembuluh miometrium. Mekanisme ini yaitu Ligasi terjadi dalam miometrium  dan thrombosis dalam desidua penting karena dapat mencegah pengeluaran thrombus ke sirkulasi sistemik.
Banyak perubahan fisiologis yang terjadi selama persalinan dan perlahiran kembali ke level pra-persalinan dan menjadi stabil selama satu jam pertama pascapartus. Manisfestasi fisiologis lain yang terlihat selama periode ini , muncul akibat atau terjadi setelah stress persalinan.

Tanda Vital
Tekanan darah , nadi, dan pernapasan, harus menjadi stabil pada level pra-persalinan selama jam pertama pascapartus, pemantauan tekanan darah, dan nadi yang rutin selama interval ini adalah satu sarana mendeteksi syok akibat kehilangan darah berlebihan. Suhu ibu berlanjut sedikit meningkat, tetapi biasanya dibawah 38° C.

Serviks , Vagina dan Perineum
Serviks, vagina perineum di inspeksi apakah ada laserasi, memar dan pembentukan hematoma awal.  Karena pemeriksaan ini menyakitkan , maka hanya dilakukan ketika ada indikasi.
Segera setalah kelahiran, serviks bersifat patulous, terkulai, dan tebal. Tepi anterior selama persalinan, atau setiap  bagian serviks yang terperangkap akibat penurunan kepala janin selama periode yang memanjang, tercermin pada peningkatan edema dan memar pada area tersebut. Tonus vagina, juga tampilan jaringan vagina tersebut, dipengaruhi oleh peregangan yang terjadi selama kala dua persalinan. Edema atau memar pada introitus atau pada area perineum sebaiknya dicatat.

Gemetar
Umum bagi wanita mengalami tremor selama kala empat persalinan. Gemetar seperti itu dianggap normal jika tidak disertai demam lebih dari 38,0° C atau tanda-tanda infeksi lain. Respon ini dapat diakbitkan hilangnya ketegangan dan sejumlah energi saat melahirkan. Respon fisiologis terhadap penurunan volume intra abdomen dan pergeseran hematologic juga memainkan peranan.

Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah , jika ada selama persalinan, harus diatasi. Banyak ibu yang melaporkan haus dan lapar segera setelah melahirkan.

Sistem Renal
Kandung kemih yang hipotonik disertai retensi urin bermakna dan pembesaran umum terjadi.tekanan dan kompresi pada kandung kemih dan uretra selama persalinan dan pelahiran adalah penyebabnya. Mempertahnkan kandung kemih harus tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan atoni. Uterus yang berkontraksi dengan buruk meningkatkan perdarahan dan keparahan nyeri.


B.    Evaluasi uterus


Tindakan pertama bidan setelah kelahiran plasenta adalah mengevaluasi konsistensi uterus dan melakukan massase uterus sesuai kebutuhan untuk memperkuat kontraksi. Perlunya ketersediaan orang kedua untuk memantau konsistensi uterus dan aliran lokia, dan mebantu massase uterus. Pada saat yang sama, derajat penurunan serviks/uterus didalam vagina dapat dikaji. Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-tengah abdomen kurang lebih antara simpisis pubis dan umbilikus. Jika uterus ditemukan dibagian tengah, diatas umbilikus, hal ini menandakan adanya darah dan bekuan di dalam uterus, yang perlu ditekan dan dikelurkan. Uterus yang berada diatas umbilikus dan bergeser, paling umum ke kanan, cenderung menandakan kandung kemih penuh. Kandung kemih penuh menyebabkan uterus begeser, menghambat kontraksi dan memungkinkan peningkatan pedarahan. Jika bu bermaksud menyusui, menempatkan bayi pada dada dapat menstimulasi kontraksi uterus dan meningkatkan tonus yang kuat.
Kebanyakan uterus yang sehat dapat berkontraksi dengan sendirinya. Uterus yang berkontraksi normal harus keras ketika disentuh. Jika segmen atas uterus keras, tetapi perdarahan menetap, pengkajian segmen bawah pentng dilakukan. Uterus yang lunak hipotonik dan longgar tidak berkontraksi denan baik; atonia uterus adalah penyebab utama perdarahan pascapartum segera. Faktor predisposisi otonia uteri diantaranya:
1.     Regangan rahim berlebihan karna kehamilan gemeli, polihidramnion, atau anak terlalu besar.
2.     Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3.     Kehamilan grande multipara.
4.     Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis atau menderita penyakit menahun.
5.     Mioma uteri yang menganggu kontraksi rahim.
6.     Infeksi intrauterin (korioamninitis)
7.     Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
8.     Tidak lupa kelengkapan plasenta kemungkinan fragmen plasenta atau mebran tertinggal di dalam uterus.

C.    Pemeriksaan serviks, vagina, dan perineum

Untuk mengetahui apakah ada tidaknya robekan jalan lahir, periksa daerah perineum, vagina dan vulva. Setelah bayi lahir, vagina akan mengalami peregangan, oleh kemungkinan edema dan lecet. Introitus vagina juga akan tampak terkula dan terbuka. Sedangkan vulva bisa berwarna merah, bengkak dan mengalami lecet-lecet.
Segera setelah kelahiran bayi, serviks dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk mencari ada tdaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau diperlukan. serviks, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelm pelepasan plasenta karena tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan pandangan.
Pelepasan plasenta biasanya terjadi dalam waktu 5-10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta  tidak dianjurkan, karena dapat meningkatkan kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran plasenta, perhatiarahan dan harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang mungkin berasal dari tempat implantasi plasenta.
Kontraksi utrus yang mengurangi perdarahan dapat diakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. Kalau pasien menghadapi perdarahan nifas (misalnya karena anemia, pemanjangan masa augmentasi oksitosin pada persalinan, kehamilan kembar, atau hidramnion), diperlukan pembuagan plasenta secara manual.
Untuk mengetahui ada tidaknya trauma atau hemoroid yang keluar, periksa ans dengan rectal toucher.
Laserasi dapat dikategorikan dlam:
1.     Derajat pertama: lasersi mengenai mukosa dan kulit perineum, tidak perlu dijahit
2.     Derajat kedua: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, dan jaringan perineum (perlu dijahit)
3.     Derajat ketiga: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, dan sfingter ani.
4.     Derajat empat: laserasi mengenai mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, dan sfingter ani yang meluas hingga ke rektum. Rujuk segera.
Setelah memastikan uterus berkontrasi efektif dan perdarahan berasal dari sumber lain, bidan menginspeksi perineum, vagina bawah, dan area periuretra untuk mengetahui adanya memar, pembentukan hematoma, laserasi, atau pembuluh darah yang robek atau mengalami perdarahan. Jika episiotomi telah dilakukan, evaluasi kedalaman dan perluasannya.
Pemeriksaan serviks, vagina dan perineum tidak selalu dilakukan kecuali jika ada indikasi seperti :
1.     Adanya perdahan pervaginam berwarna merah terang.
2.     Persalinan cepat atau presipitatus
3.     Dorongan mengejan sebelum dilatasi serviks lengkap
4.     Pelahiran pervaginam operatif dengan forceps atau vakum
5.     Pelahiran traumatik misalnya distosia bahu.
Adanya salah satu dari faktor ini mengindikasikan kebutuhan untuk inspeksi serviks dan memastikan kebutuhan untuk melakukan perbaikan. Inspeksi serviks tidak diperlukan pada persalinan normal tanpa ada perdarahan persisten.

Inspeksi pascanatal serviks dan forniks vagina atas

               Pembahasan berikut fokus pada inspeksi serviks dan forniks vagina atas, karena pada umumnya inspeksi ini tidak dilakukan secara rutin dan memerlukan keterampilan di luar keterampilan yang digunakan pada inspeksi rutin vulva, perineum, dan traktus vagina bawah. Inspeksi ini selanjutnya semata-mata merupakan masalah memisahkan labia dan melihat, serta memasukkan dua jari ke dalam vagina, memberi tekanan ke arah yang berbeda-beda, dan melihat sekali lagi.
Pertimbangan berikut dan poin kunci berlaku untuk inspeksi serviks dan inspeksi forniks vagina atas.
1.     Tindakan ini merupakan prosedur yang tidak nyaman, kemungkinan menyakitkan. Oleh karena itu, anda perlu melakukan hal-hal berikut:
a.     Peringatkan wanita tentang rasa tidak nyaman atau nyeri dan berikan penjelasan mengapa pemeriksaan ini perlu dilakukan
b.    Lakukan prosedur secepat mungkin
c.     Lakukan beberapa bentuk tindakan meredakan nyeri jika situasi memungkinkan dan ambang nyeri wanita memungkinkan untuk hal tersebut
d.    Kunci untuk melakukan inspeksi yang akan memudahkan anda memvisualisasi area tersebut untuk memperoleh informasi yang akurat adalah dengan memasukkan tiga atau empat jari anda sepanjang vagina dan memberikan tekanan yang kuat untuk kompresi jaringan vagina menjauh dari area yang ingin anda inspeksi. Apabila tidak demikian, dinding vagina yang sedikit distensi benar-benar kolaps mengelilingi dua jari dan instrumen serta menghalangi pandangan anda. Mampu memvisualisasi area tersebut dengan mudah juga akan mengurangi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur dan memastikan informasi yang akurat.
e.     Kunci untuk melakukan visualisasi yang adekuat adalah sumber pencahayaan yang baik.

Prosedur untuk Inspeksi Serviks

Berikut adalah langkah-langkah yang diambil untuk inspeksi serviks:
1.     Masukkan tiga atau empat jari, sisi telapak tangan menghadap ke bawah, panjang vagina sampai tepat di depan serviks dan beri tekanan kuat ke arah bawah dinding vagina posterior.
2.     Masukkan forsep cincing panjang dan pegang bibir anterior serviks dengan menggunakan forsep tersebut. Berhati-hatilah untuk tidak keliru dengan lipatan kandung kemih atau dinding vagina yang relaksasi pada bibir anterior serviks.
3.     Sekarang gerakkan jari-jari anda sepanjang dinding vagina (misalnya ke dalam forniks posterior ) dan sekali lagi beri tekanan yang kuat ke bawah pada dinding vagina posterior.
4.     Masukkan forsep cincing panjang kedua dan pegang bibir posterior serviks dengan forsep tersebut.
5.     Pegang kedua ujung forsep tersebut cincin di tangan anda. Tarik jika perlu, sehingga serviks dapat terlihat lebih jelas. Gerakkan pegangan forsep ke satu sisi perineum sehingga sedikit menarik serviks dan dengan demikian anda dapat melihat satu sisi lateral serviks.
6.     Inspeksi area serviks secara visual di anatar kedua forsep cincin pada satu sisi.
7.     Apabila diperlukan, konfirmasi inspeksi visual anda dengan menggunakan jari telunjuk tangan anda yang menyentuh vagina untuk meraba sisi pinggir serviks, sambil anda terus memberi tekanan pada vagina dengan jari-jari yang tersisa.
8.     Ulangi langkah 5,6,7 di atas, gerakkan pegangan forsep ke arah sisi perineum yang lain untuk memvisualisasi dan menginspeksi sisi lateral serviks yang lain.
9.     Apabila tidak ada laserasi serviks, singkirkan forsep cincin dan tangan anda yang menyentuh vagina
10.  Apabila terdapat laserasi, pindahkan forsep ke posisi yang tepat untuk perbaikan laserasi.

Petunjuk dan Alternatif                               

1.     Pertahankan kontak yang kuat dengn dinding vagina posterior ketika anda memasukkan jari-jari anda. Tindakan ini membantu anda mengetahui dengan epat dimana anda berada, sehingga membantu anda mengidentifikasi dengan tepat banyaknya lipatan jaringan dan mempertahankan jari-jari anda untuk menghindari tanpa sengaja memasuki serviks paten.
2.     Pastikan memasukkan jari-jari anda sepanjang penuh dinding vagina posterior dan beri tekanan dengan kuat ke arah bawah sehingga bibir serviks posterior dapat terlihat. Melihat dan memegang bibir serviks posterior tampaknya merupakan aspek prosedur inspeksi serviks yang paling sulit bagi peserta didik. Menggunakan teknik ini dengan tangan anda yang menyentuh vagina akan meminimalkan masalah ini.
3.     Apabila serviks sangat paten, seperti yang ditemukan pada wanita grande multipara, anda mungkin tidak mampu melihat secara adekuat seluruh bagian serviks di antara forsep cincin yang ditempatkan di anterior dan posterior bibir serviks. Dalam keadaan demikian, anda dapat memastikan diri anda menginspeksi keadaan sekeliling serviks dengan menggerakkan forsep cincing  mengelilingi serviks. Hal ini dilakukan dngan menempatkan satu forsep cincin di bibir anterior serviks dan forsep kedua disebelahnya. Lepaskan forsep pertama dan tempatkan di sisi lain forsep kedua. Lanjutkan untuk menggerakkan forsep cincin di sekeliling serviks. Teknik ini juga dapat digunakan jika anda tidak mampu untuk menetapkan lokasi bibir serviks.

Prosedur untuk inspeksi forniks vagina atas

1.     Lipat satu kassa berukuran 4x4 dalam empat lipatan dan klem forsep cincin panjang dengan kassa tersebut.
2.     Masukan tiga atau empat jari anda, dengan telapak tangan kebawah, sepanjang penuh dinding vagina posterior.
3.     Beri tekanan kearah bawah yang kuat pada dinding vagina posterior dengan jari-jari anda.
4.     Masukan forsep cincin dengan kassa diatasnya dengan menyelipkannya melalui puncak jari-jari anda yang menyentuh vagina. Tindakan ini membantu anda menghindari struktur anterior yang lunak dan mempertahankan kassa sejauh mungkin dari dinding vagina karena kassa tersebut terlalu kasar bagi dinding tersebut.
Kassa berfungsi sebagai spons untuk area yang terpajan darah dan cairan lain untuk memfasilitasi visualisasi. Apabila kassa menjadi basah, angkat forsep cincin, buang kassa yang kotor, klem kassa yang lain dan masukan kembali forsep cincin.
5.     a.  Tempatkan kedua ujung jari anda dan ujung forsep cincin di forniks posterior
b.  tekan dengan forsep cincin melawan serviks dan tekan dengan jari-jari anda terhadap dinding vagina
c.  bersamaan dengan anda menekan, gerakan ujung jari anda dan forsep cincin saling menjauh satu sama lain serta inspeksi area yang anda ihat diantaranya.
d. ulangi langkah b dan c setelah secara berurutan anda menempatkan ujung-ujung jari anda dan ujung forsep cincin pada masing-masng forniks lateral dan forniks anterior.

D.    Pemantauan dan evaluasi lanjut

Sebagian besar kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah persalinan. Kematian iini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia. Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama post partum sangat penting.
Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan yang telah mereka lakukan selama kala I, II dan III untuk memastikan ibu tidak menemui masalah apapun. Mereka mengumpulkan data, menginterpretasikan data, serta membuat rencana asuhan berdasarkan interpretasi mereka atas data tersebut. mereka kemudian mengevaluasi rencana asuhan dengan cara mengumpulkan data lebih banyak
Karena terjadi perubahan fisiologis pemantauan dan penanganan yang dilakukan oleh tenaga medis adalah:.
1.   Tanda vital
Pantau tanda vital ibu yang meliputi tekanan darah, nadi, dan respirasi selama kala IV segera setelah plasenta lahir. Tanda tersebut dievaluasi setiap 15 menit sampai keadaan ibu stabil seperti sebelum melahirkan. Atau lebih sering jika terdapat indikasi.
Jika tekanan darah rendah atau < 90/60 mmHg, sedangkan denyut nadinya normal, maka tidak akan menjadi masalah. Namun, jika tekanan darah < 90/60 mmHg dan nadinya > 100 x/ menit, ini mengidentifikasi adanya suatu masalah. Bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk membuat diagnosis. Mungkin ibu sedang mengalami demam atau terlalu banyak mengeluarkan darah.
2.     Suhu
Pantau suhu ibu satu kali/jam. Suhu ibu dicek paling sedikit satu kali selama kala IV. Jika suhu meningkat pantau lebih sering (namun kenaikan suhu kurang dari 20F dari batas normal merupakan hal normal).
Suhu tubuh yang normal adalah < 380C. Jika suhunya > 380C, bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk memungkinkan identifikasi masalah. Suhu yang tinggi tersebut mungkin disebabkan oleh dehidrasi (karena persalinan yang lama dan tidak cukup minum) atau ada infeksi.
3.   Tonus uterus dan ukuran tinggi fundus uterus
Jika kontraksi tidak baik maka uterus teraba lembek, tinggi fundus uterus normal, sejajar dengan pusat atau di bawah pusat. Jika uterus teraba lembek, lakukan masase uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin.
Lakukan masase uterus untuk memastikan uterus menjadi keras setiap 15 menit dalam 1 jam pertama, dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan frekuensi observasi dan penilaian.
4.   Perdarahan
Jumlah perdarahan vagina harus minimal jika rahim dikontraksi dengan baik. Jika kontraksi buruk maka perdarahan akan cenderung sedang, dan banyak yang menyebabkan perdarahan yang berlebihan. Amati perineum setiap peningkatan perdarahan atau pengeluaran bekuan darah ketika dilakukan masase uterus.
Perdarahan yang normal setelah kelahiran selama 6 jam pertama mungkin hanya akan sebanyak satu pembalut perempuan per jam, atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebab perdarahan berat harus diidentifikasi. Apakah ada laserasi pada vagina atau serviks, apakah uterus berkontraksi dengan baik, apakah kandung kencingnya kosong.

5.     Pemantauan perineum
Periksa perineum dan vagina setiap 15menit pada jam pertama, dan setiap 30menit pada jam kedua. Pemeriksaan perineum ini dilakukan untuk memeriksa hematom dan udema. Selain itu untuk memeriksa apakah ada laserasi atau episiotomi.
6.   Kandung kemih
Kandung kemih harus dievaluasi dan dikosongkan jika teraba penuh. Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya setiap kali diperlukan. Jika kandung kemih penuh dengan air seni, uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik di dalam abdomen dan tergeser ke samping, ini biasanya merupakan pertanda bahwa kandung kemihnya penuh. Bantulah ibu bangun dan coba apakah ia bisa buang air kecil.
Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan hangat ke perineumnya dengan tetap menjaga privasinya.. Atau bantulah ia merasa rileks dengan meletakkan jari-jarinya di dalam air hangat.
Jika setelah tindakan tersebut ibu tetap tidak dapat berkemih secara spontan, mungkin diperlukan tindakan kateterisasi. Setelah mengosongkan kandung kemih, lakukan pemijatan (rangsangan taktil) untuk merangsang uterus agar berkontraksi lebih baik. Setelah kandung kemihnya kosong, uterus akan dapat berkontraksi dengan baik.
7.   Lokhia
Lokhia adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa setelah melahirkan (nifas). Sebetulnya ia adalah sekret yang berasal dari uterus, terutama luka tempat plasenta. Sesuai dengan tingkat penyembuhan luka, maka gambaran sekret luka ini berubah pula menurut tinkat penyembuhannya.
Macam-macam lokhia:
a.     Lokhia rubra: Merupakan darah segar bercampur sisa-sisa selaput janin (sel-sel deciduas dan chorion), verniks kaseosa, mungkin juga rambut lanugo dan mekonium.  Terjadi selama 2 hari pasca persalinan.
b.    Lokia sanguinolenta: Lokia yang berisi darah bercampur lendir. Berlangsung setelah hari ke-3 hingga ke-7 pasca persalinan.
c.     Lokhia serosa: Lokhia tidak berdarah, warnanya agak pucat. Terjadi pada setelah seminggu pasca persalinan.
d.    Lokhia alba: Cairan putih kekuningan, berwarna putih karena banyak terdapat leukosit didalamnya. Terjadi setelah 2 minggu pasca persalinan.

8.   Early ambulation
Early ambulation adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing ibu untuk keluar dari tempat tidurnnya untuk berjalan. Pada keadaan normal ibu diperbolehkan bangun dari tempat tidurnya dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Namun mobilisasi cepat tidak boleh dilakukan pada ibu yang menderita penyakit jantung, anemia, penyakit paru-paru atau demam.
Keuntungan dengan mobilisasi cepat adalah:
a.     Ibu akan merasa lebih sehat dan kuat.
b.    Fungsi usus dan kandung kemih cepat kembali pulih.
c.     Memungkinkan untuk mengajarkan ibu tentang memelihara bayinya seperti cara memandikan bayi, mengganti pakaian dan caranya memberi ASI.
d.    Mengurangi kemungkinan terjadinya thrombosis dan emboli paru-paru.

9.   Pemantauan keadaan umum ibu

a.     Setelah lahirnya plasenta

1)     Lakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi.
2)     Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri. Fundus uteri harus sejajar dengan pusat atau lebih bawah, misalnya jika dua jari bisa diletakkan di bawah pusat dan di atas fundus uteri maka disebut dua jari di bawah pusat.
3)     Perkiraan kehilangan darah secara keseluruhan.
4)     Periksa perineum dari perdarahan aktif, misalnya apakah dari laserasi atau episiotomy.
5)     Evaluasi kondisi ibu secara umum.
6)     Dokumentasi semua asuhan dan temuan selama kala IV persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

b.    Asuhan dalam 2 jam postpartum

1)     Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam:

a)     2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan.
b)    Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan.
c)     Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan.
d)    Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang sesuai untuk penatalaksanaan atonia uteri.
e)     Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anastesi lokal dan gunakan teknik yang sesuai.

2)     Mengajarkan pada ibu dan keluarga melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi.
3)     Mengevaluasi kehilangan darah.
4)     Memeriksa tekanan darah, nadi, keadaan kandung kemih tiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan tiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
5)     Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.
6)     Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
7)     Jangan anjurkan penggunaan kain pembebat perut selama 2jam pertama pasca persalinan hingga ibu sudah stabil. Kain pembebat perut menyuliykan penolong untuk menilai kondisi uterus ibu secara memadai.
8)     Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu untuk mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, apakah duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar tubuh dan kepala bayi diselimuti dengan baik, berikan bayi kepada ibu, dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi ASI.


E.    Perkiraan darah yang hilang

Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, namun untuk menentukan banyaknya darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali bercampur cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap kain, handuk atau sarung. Sulitnya menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung, karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Mengumpulkan darah dengan wadah atau pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk  memegang dan menyusui bayinya. Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung darah dan dinilai berapa botol darah yang telah digunakan untuk menampung darah, kalau setengah berarti 250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter. Dan ini merupakan salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Kalau menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Kalau ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kahilangan darah 50% dari total darah ibu (2000-2500 ml). Perdarahan pasca persalinan sangat penting untuk diperhatikan karena sangat berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu. Akibat banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan kematian ibu. Perdarahan terjadi karena kontraksi uterusyang tidak kuat dan baik, sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada disekitarnya akibatnya perdarahan tak dapat berhenti. Perdarahan juga dapat disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina dan untuk menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan penjahitan.

      2.  Penjahitan luka episiotomi/laserasi

Episiotomi, insisi bedah perineum untuk memperbesar pintu bawah panggul, diperkenalkan sebagai intervensi obstetrik pada akhir tahun 1800-an dan dipopulerkan oleh teori DeLee yang penggunaannya akan melindungi perineum dari laserasi hebat. Ahli obstetrik juga telah mengajukan bahwa penggunaan  episiotomi memperbaiki fungsi seksual masa depan dan mengurangi inkontinensia urine. Riset menunjukan sebaliknya. Episiotomi dikaitkan dengan peningkatan laserasi kala III dan IV (Henrisken et al.,1992;Klein et al., 1997) dan peningkatan nyeri pasca partum ketika dibandingkan dengan laserasi sepontan (Klein et al., 1997). 
Ada empat macam episiotomi, yaitu sebagai berikut :
1.     Episiotomi medialis yang dibuat di garis tengah.
2.     Episiotomi mediolateralis dari garis tengah ke samping menjauhi anus.
3.     Episiotomi lateralis, 1-2 cm di atas komisura posterior ke samping.
4.     Episiotomi sekunder, kalau kita melihat ruptur perineum atau Episiotomi medialis yang melebar sehingga mungkin menjadi ruptur perineum totalis, maka kita gunting ke samping.


    A.   Tujuan episiotomi adalah sebagai berikut :
1.     Episiotomi membuat luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan ruptur perineum yang spontan bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi. Luka lurus dan tajam lebih mudah dijahit  dan sembuh dengan sempurna.
2.     Mengurangi tekanan pada kepala anak.
3.     Mempersingkat kala II.
4.     Episiotomilateralis dan mediolateralis mengurangi kemungkinan ruptur perineum totalis.
Masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian :
Episiotomi medialis :
Episiotomi mediolateralis :
1.     Mudah di jahit.
2.     Anatomis maupun fungsionil sembuh dengan baik.
3.     Nyeri dalam nifas tak seberapa.
4.     Dapat menjadi ruptura perinei totalis.

1.     Lebih sulit dijahit.
2.     Anatomis maupun fungsionil penyembuhan kurang sempurna.
3.     Nyeri pada hari-hari pertama nifas.
4.     Jarang terjadi ruptura perinei totalis.

·         Karena episiotomi medialis mungkin menjadi ruptura perinei totalis maka dibuat episiotomi mediolateralis pada:
-          Anak besar
-          Posisio occipito posterior atau letak defleksi
-          Forceps yang sulit (forceps tengah)
-          Perineum yang pendek.

·         Episiotomi medialis terutama dibuat pada anak yang prematur.
·         Episiotomi sekunder terpaksa kita buat kalau penilaian kita salah.



B.    Prinsip dasar penjahitan perineum adalah sebagai berikut :
1.     Ibu dalam posisi litotomi
2.     Penggunaan cahaya yang cukup terang
3.     Anatomi dapat dilihat dengan jelas
4.     Tindakan cepat
5.     Teknik yang steril
6.     Bekerja berhati-hati
7.     Hati-hati jangan sampai kasa/kapas tertinggal dalam vagina
8.     Penjelasan dan pendekatan yang peka terhadap perasaan ibu selama tindakan
9.     Pentingnya tindak lanjut jangka panjang untuk menilai teknik dan pemilihan bahan untuk penjahitan.

C.    Pemilihan Benang Jahit
Benang jahit terdiri atas dua macam yaitu sebagai berikut :
1.     Benang yang dapat diserap (plain catgut): terbuat dari jaringan ikat usus domba.Larut dalam seminggu, namun catgut yang direndam dalam larutan khromik oksida (chromic catgut) lebih lama absorpsinya dan bertahan selama 10-40 hari. Catgut chromic baik untuk penjahitan luka episiotomi dan robekan akibat persaiinan. Benang buatan/sintetis (vicryl atau polyglatin 910) juga dapat diserap dalam 60-90 hari.
2.     Benang yang tidak diserap.
a.     Terbuat dari katun, sutera jaringan tumbuh-tumbuhan, logam, dan bahan sintetis.
b.    Cenderung menimbulkan reaksi jaringan.
Beberapa ukuran benang jahit adalah sebagai berikut :
1.     2/0 atau 3/0 :baik untuk menjahit luka
2.     6/0 untuk menjahit luka pada wajah
3.     9/0 untuk pembedahan mata
Benang yang ideal untuk episiotomi/perlukaan jalan lahir adalah 2/0 atau 3/0.
Prinsip pengikatan simpul adalah sebagai berikut :
1.     Simpul harus terikat kuat
2.     Simpul harus sekecil mungkin
3.     Ujung benang dipotong kurang lebih ½ cm dari sampul
4.     Simpul mati adalah yang terbaik.

D.    Melakukan Episiotomi dengan Anestesi  Lokal
         Berikan anestesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan laserasi atau episiotomi. Penjahitan sangat menyakitkan dan menggunakan anestesi lokal merupakan asuhan sayang ibu. Jika ibu menggunakan anestesi lokal saat dilakukan episiotomi, lakukan pengujian luka untuk mengetahui bahwa anestesi masih bekerja. Sentuh luka dengan jarum yang tajam atau cubit dengan forseps atau cunam. Jika iu merasa tidak nyaman, maka ulangi lagi pemberian anestesi lokal sebelum penjahitan.
Ø  indikasi :
1.     Gawat janin
2.     Persalinan per vaginam dengan penyulit (sunsang, distosia bahu, ekstrasi forceps, ekstrasi vakum)
3.     Jaringan parut pada perineum atau vagina yang menghalangi kemajuan persalinan.

Ø  Langkah-langkah pemberian anastesi lokal adalah sebagai berikut :
1.     Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu untuk merasa santai atau rileks.
2.     Hisap 10 ml larutan lidokain 1% ke dalam alat suntik sekali pakai ukuran 10 ml (jika diperlukan boleh digunakan tabung yang lebih besar), jika lidokain 1% tidak ada, boleh menggunakan lidokain 2%, tetapi dilarutkan dulu dengan perbandingan 1:1.
3.     Pastikan bahwa tabung suntik memiliki jarum  ukuran 22 dan panjang 4 cm (jarum yang lebih panjang boleh digunakan bila diperlukan)
4.     Letakkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum
5.     Masukan jarum di tengah fourchette dan arahkan jarum sepanjang tempat yang akan di episiotomi.
6.     Aspirasi (tarik pendorong tabung suntik) untuk memastikan bahwa jarum tidak berada dalam pembuluh darah. Jika darah masuk ke tabung suntik, jangan teruskan penyuntikan dan tarik jarum seluruhnya. Pindahkan posisi jarum dan suntikan kembali.
Alasan: Ibu dapat mengalami kejang dan kematian bila lidokain     disuntikkan ke dalam pembuluh darah.
7.     Tarik jarum perlahan sambil menyuntikan maksimum 10 ml lidokain.
8.     Tarik jarum bila sudah kembali ke titik asal jarum suntuk ditusukkan. Kulit melembung karena anastesia bisa terlihat dan dipalpasi pada perineum di sepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi.

Ø  Prosedur
1.     Tunda tindakan episiotomi sampai perineum menipis dan pucat,dan 3-4 cm kepala bayi sudah terlihat pada saat kontraksi.
2.     Masukkan dua jari ke dalam vagina di antara kepala bayi dan perineum. Kedua jari agak direnggangkan dan berikan sedikit tekanan lembut ke arah luar pada perineum.
3.     Gunakan gunting tajam DTT atau steril, tempatkan gunting di tengah-tengah fourchette posterior dan gunting mengarah ke sudut yang diinginkan untuk melakukan episiotomi mediolateral. Pastikan untuk melakukan palpasi/mengidentifikasi sfingter ani eksternal dan mengarah gunting cukup jauh ke arah samping untuk menghindari sfingter.
4.     Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah mediolateral menggunakan satu atau dua guntingan yang mantap. Hindari menggunting jaringan sedikit demi sedikit karena akan menimbulkan tepi yang tidk rata sehingga akan menyulitkan penjahitan dan waktu penyembuhannya lebih lama.
5.     Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm ke dalam vagina.
6.     Jika kepala bayi belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episiotomi dengan dilapisi kain atau kasa DTT atau steril di antara kontraksi untuk membantu mengurangi perdarahan.
7.     Kendalikan kelahiran kepala, bahu dan badan bayi untuk mecegah perluasan episiotomi.
8.     Setelah bayi dan plasenta lahir,periksa dengan hati-hati apakah episiotomi, perineum dan vagina mengalami perluasan atau laserasi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan episiotomi atau laserasi tambahan

Ø  Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada saat melakukan penjahitan luka episiotomi atau laserasi perineum adalah sebagai berikut :
1.     Aseptik dan antisepsis pada daerah episiotomi
2.     Jika luka episiotomi meluas, tangani seperti robekan derajat III dan IV
3.     Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan catgut cromic 2-0
4.     Mulai dari sekitar 1 cm di atas puncak luka episiotomi sampai pada batas vagina
5.     Gunakan pinset untuk menarik jarum melalui jaringan vagina
6.     Jahit otot perineum dengan benang 2-0 secara interuptus
7.     Jahit kulit secara intruptus dan subkutikuler dengan benang 2-0

Ø  Pilihan Obat
           Bupivakain adalah obat anestesik lokal epidural yang umum digunakan selama persalinan. Pada masa lalu, pemberian cairan konsentrasi 0,5 % mengkibatkan anestesi yang kuat dan waktu kerja yang panjang. Namun, menyebabkan blok yang berlebihan pada sensorik dan motorik dan kenaikan resiko yang tidak perlu seperti toksisitas sistemik atau anestesi spinal yang tinggi. Analgesia dengan injeksi bolus 0,125 – 0,250% bupivakain, dilanjutkan dengan infus epidural kontinu 0,125 – 0,250 % bupivikain adalah hal biasa dilakukan sekarang ini. Infus epidural yang kontinu anestetik lokal mengakibatkan stabilnya tingkat analgesia dan mengurangi kebutuhan penggulangan injeksi bolus.
        Lidokain 1% atau 2% 2-kloroprokain pada saat persalinan kala satu disukai karena obat-obat ini mempunyai kinerja lebih cepat daripada bupivikain.  Obat ini mempunyai masa kerja yang lebih pendek dan menyebabkan blok motorik yang lebih intens. Pemberian 2-kloroprokain tidak sebaik bupivikain yang dikombinasikan dengan opioid. Opioid menghasilkan analgesia denngan meningkatkan reseptor opioid pada medula spinalis. Penyerapan opioid secara sistemik juga terjadi, yang akan menyebabkan euforia maternal sementara, sedasi, atau keduanya. Banyak dokter yang memakai opioid yang mudah larut dalam lemak, (contohnya 50 mg fetanil atau 10 mg sufentanil) dengan didahului bolus anestetiklokal dan kemudian diberikan infus anestetik lokal melalui kateter epidural secara terus menerus dengan opioid (contohnya 0,0625% bupivikain denagn 1-2 mg fetanil per mililiter atau 0,2 – 0,4 mg sufentanil per mililiter). Penggabungan anestetik lokal da opioid menyebabkan efek tambahan (dan mungkin sinergistik) yang mempercepat kinerja analgesia dan memperpanjag masa kerjanya. Tambahan opioid menyebabkan pengurangan dosis total anetetik lokal. Hal ini mengurangi kemungkinan komplikasi anestesia lokal dan menyebabkan berkurangnya intensitas blok motorik.
E.    Prinsip Tindakan Episiotomi
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak tersebut. Oleh sebab itu, pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada penilaian klinik yang tepat dan teknik yang paling sesuai dengan kondisi yang di hadapi. Dengan demikian, tidak di anjurkan untuk melakukan prosedur episiotomi secara rutin karena mengacu pada pengalaman dan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa pakar dan klinisi, ternyata tidak dapat terbukti bermakna tentang manfaat episiotomi rutin. Episiotomi mediolateralis dan medialis, tidakmenurunkan risiko cedera pada sfingter ani. Episiotomi medialis,  dianggap dapat meningkatkan risiko ini. Episiotomi yang dikerjakan tanpa dasar dan alasan yang jelas dapat menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan perineum yang terjadi dibandingkan laserasi yang terjadi secara spontan. Selain itu, penerapan episiotomi secara bebas dan kurang tepat, dapat meningkatkan jumlah perdarahan yang terjadi pada persalinan.
F.    Menjahit luka episiotomi:
1.     Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot pada daerah yang benar.
2.     Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva dan perineum.
3.     Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke daerah yang akan di jahit.
4.     Letakan handuk atau kain bersih di bawah bokong Ibu.
5.     Uji efektivitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit, tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan.
6.     Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman dari cemaran.
7.     Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan menyisakan benang kurang lebih 0.5 cm.
8.     Jahitlah mukosa vagina menggunakan jahitan jelujur dengan jerat ke bawah sampai lingkatan sisa himen.
9.     Kemudian tusukan jarum menembus mukosa vagina di depan himen dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat keluarnya jarum perineum dengan batas atas irisan irisan.
10.  Lanjutkan jahitan dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot sampai ke ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada kedua sisi memiliki yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik).
11.  Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan mulailah merapatkan kulit perineum dengan jahitan subkutikuler.
12.  Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukan terakhir subkutikuler.
13.  Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusuk kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus mukosa pada sisi berlawanan.
14.  Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul kunci.
15.  Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan).
16.  Tutup jahitan luka dengan kasa yang dibubuhi cairan antiseptik.

3. Pemantauan kala IV

Sebagian besar kematian ibu pada periode pasca persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia. Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama postpartum sangat penting. Selama kala IV ini bidan harus meneruskan proses penatalaksanaan kebidanan yang telah dilakukan selama kala I, II, dan III untuk memastikan ibu tidak menemui masalah apapun. Pada Kala IV yang perlu dipantau yaitu tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat resiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan.


1.     Tekanan darah dan Nadi
Tekanan darah pada kala IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar dan 30 menit sekali pada satu jam berikutnya. Tekanan darah yang normal adalah untuk sistolik  90-140 mmHg dan diastolik <90 mmHg. Tekanan darah < 90/60 mmHg, jika denyut nadi normal, tekanan darah yang rendah seperti ini tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi, jika tekanan darah > 90/60 dan nadinya >100 x/menit, ini akan mengidentifikasi adanya suatu masalah. Bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk membuat diagnosis. Mungkin ibu sedang mengalami demam atau terlalu banyak mengeluarkan darah
2.     Suhu
Suhu pada kala IV di periksa 1 jam sekali selama 2 jam pertama setelah plasenta keluar. Suhu tubuh yang normal adalah kurang dari 38o C. Jika suhunya 38o C, bidan harus mengumpulkan data-data lain untuk memungkinkan identifikasi masalah. Suhu yang tinggi tersebut mungkin disebakan oleh dehidrasi (karena persalinan yang lama dan tidak cukup minum) atau ada infeksi.
3.     Tonus uterus dan tinggi fundus uteri
Tinggi fundus uteri  pada kala IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar dan 30 menit sekali pada satu jam berikutnya. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri apabila kontraksi tidak baik maka uterus terasa lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau di bawah pusat; uterus lembek (lakukan masasse uterus, bila perlu berikan injeksi oksitosin atau methergin).
Perdarahan: perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung kencing)
4.     Perdarahan
Perdarahan pada kala IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar dan 30 menit sekali pada satu jam berikutnya. Perdarahan yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak < 500 cc(satu pembalut perempuan) per jam, selama enam jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika perdarahan lebih banyak dari ini, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab-penyebabnya perdarahan berat harus diselidiki. Apakah ada laserasi pada vagina atau serviks, apakah uterus berkontraksi dengan baik, apakah kandung kemihnya kosong.
5.     Kandung kemih
Kandung kemih pada kala IV di periksa setiap 15 menit pada 1 jam pertama setelah plasenta keluar dan 30 menit sekali pada satu jam berikutnya. Jika kandung kemih penuh dengan air seni, uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik. Jika uterus naik di dalam abdomen dan tergeser ke samping. Ini biasanya merupakan pertanda bahwa kandung kemihnya penuh. Setelah kandung kemihnya kosong, uterus akan dapat berkontraksi dengan baik.
6.     Lochea
a.     Lochia rubra (cruenta) = berisi darah segar, sel-sel decidua dan chorion. Terjadi selama 2 hari pasca persalinan
b.    Lochia sanguinolenta = warna merah kuning berisi darah dan lendir. Terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan
c.     Lochia serosa = berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi. Terjadi pada hari ke 7-14 pasca persalinan
d.    Lochia alba = cairan putih terjadi pada hari setelah 2 minggu


Pemantauan selama kala IV di catat pada lembar belakang partograf dengan format sebagai berikut :
Pemantauan Persalinan Kala IV
Jam Ke
Waktu
Tekanan Darah
Nadi
Temperatur
Tinggi Fundus Uteri
Kontraksi Uterus
Kandung Kemih
Persalinan
1
































2

















Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan bagian yang digelapkan tidak usah diisi.